Namanya tertera di layar telepon selularku. Ah, kukira ia mengirimkan pesan singkat kepadaku, ternyata ia berbicara di sebuah grup dalam sebuah media sosial saja. Kubuka profilnya, kupandangi wajahnya sepersekian detik. Astagfirullahaladzim. Ujarku pelan. Lalu kusentuh lagi layar handphone -ku yang bertuliskan kata “chat”. Hai, apa kabar? Kuketukkan jemariku di layar sarana telekomunikasiku itu. Tak sampai satu menit setelah kuketik tanda tanya, kalimat itu kuhapus kembali. Hai Abhi, apa kabarmu? Bagaimana keadaan di perantauan sana? Mumpung kamu sedang berada di tanah kelahiranmu ini, begitupula denganku, kapan kita dapat bertemu? Aku ingin sekali menatap rupamu dan menanyakan segalanya. Rahasia dari segala rahasia yang telah kupendam selama empat tahun terakhir. Aku juga ingin menceritakan kisah hidupku selama empat tahun terakhir ini. Maukah kamu esok pergi ke tempat makan dekat rumahmu, yaa hitung-hitung menemaniku makan siang. Hmm.. Maksudku, kita makan sian...