Apa yang Membuatmu Bertahan?
Suatu hari saya bercerita kepada kawan mengenai dunia. Saya berpikir bahwa betapa tidak adilnya kehidupan saya sampai detik saya bercerita. Apa yang membuat hati saya terasa pedih dan teriris sehingga menimbulkan tidak hanya bekas luka batin, namun juga bekas luka fisik di lengan.
Saya mengatakan bahwa saya benci dengan diri saya ketika saya tidak dapat mengungkapkan apa keinginan saya sama sekali. Berpikir bahwa betapa bodohnya saya ketika saya tidak mampu untuk mengatakan kebencian saya terhadap apa yang saya tidak sukai. Rasa benci yang kian menumpuk, semakin membuncah memenuhi dada. Rasa bersalah menghujam di keseharian. Membuat kekuatan diri menjadi lemah padahal energi positif terus mengalir. Cinta dan pertolongan terus menerus hadir. Namun yang diharapkan tidak pernah ada, justru menghadirkan luka setiap hari yang semakin dalam dan menyakitkan.
Apa yang salah?
Mungkin saja benar bahwa hati ini sedikit menjauh dari-Nya. Mencari dan menemukan kembali serpihan iman di dalam diri yang bergoyang memang sulit. Lebih sulit dari membersihkan debu di pojok ruangan.
Kau sudah melangkah sejauh ini, katanya. Kau mampu bertahan sampai saat ini. Apa? Apa yang sebenarnya membuatmu bertahan sampai sekarang? Apa? Apa yang membuatmu terlihat kuat?
Saya, saya pun berpura-pura bahwa tidak ada masalah.
Saya selalu berpura-pura menjadi manusia kuat.
Saya akan selalu berpura-pura tidak mengetahui apapun.
Saya berpura-pura bertingkah bodoh.
Saya memilih kabur untuk menghindari rasa sakit saya dan melupakan.
Masalah memang tak akan pernah terselesaikan dengan berpura-pura, dengan menghindar. Suatu saat ketika menemukan jalan yang sama, kamu akan bingung melewatinya. Karena memang tidak pernah mengetahui penyelesaiannya. Kamu hanya mereset game. Bukan menyelesaikan tantangannya.
Tidak benar jika harus membenci dan lari. Pasti akan lelah. Berdamailah. Ah, kamu. Ayodong. Saya rindu kamu, loh.
Dari saya, untuk kamu.
White Rose,
16 September 2020.
Comments