Curhat: Drama Puskesmas 2
Kemarin,
sudah diceritakan di sini bahwa gue dan 5 orang teman gue (Nia, Linggar, Fira, Osin,
dan Bella), disambut dengan hangat dan ramah oleh petugas TU Puskesmas
Cibeunying. Selanjutnya, kami memberikan proposal dan surat dari pihak kampus
sebagai bukti bahwa Puskesmas ini menjadi tempat praktik kerja lapangan kami
selama 3 minggu ke depan. Proposal diterima oleh Ibu Nur, petugas TU yang
menyambut kami pertama kali di Puskesmas. Ibu Nur menyarankan kami untuk duduk
di bangku pasien karena dokter Kepala Puskesmas belum datang. Kami pun menunggu
sambil melihat keadaan sekitar Puskesmas.
Petugas
Puskesmas mulai berdatangan. Salah satunya dokter umum yang masih tergolong
muda. Gue tebak mungkin dia baru saja sumpah dokter sekitar 5-8 tahun yang
lalu. Ia dengan ramahnya menceritakan bagaimana kegiatan koasnya dahulu.
“Saya dulu waktu putaran Ilmu Kesehatan
Masyarakat cuma sekedar lewat doang, Dek. Gak melakukan apapun, datang
Puskesmas, absen, pulang lagi. Hahahaha. Jangan diikutin yah.” Ujarnya
sambil terkekeh.
“Kalian seharusnya ketika
masih kuliah seperti ini perbanyak salahnya, setiap kesalahan yang dilakukan
dijadikan pembelajaran. Jadi nanti ketika sudah sumpah dokter kesalahannya
sedikit.” Nasihatnya kembali.
Beliau masih banyak bercerita dan kami pun
dengan senang hati mendengarkan setiap detail ceritanya. Bagi koas seperti kami
yang minim pengalaman, mendengarkan cerita dokter yang lebih senior apalagi
secara gratis, merupakan suatu kesempatan emas yang tidak boleh dilewatkan
begitu saja. Singkat cerita, akhirnya dokter gigi Puskesmas datang.
Belum
sempat kami bertegur sapa dengan dokter gigi Puskesmas, ternyata Puskesmas ini
memiliki kebiasaan untuk apel pagi setiap pukul setengah 8. Semua petugas
Puskesmas diwajibkan untuk mengikuti apel sebelum memulai kegiatan. Gunanya
untuk menjaga kekompakan setiap petugas Puskesmas. Apel dipimpin oleh dokter
umum senior. Kami diperkenalkan secara terhormat oleh Beliau. Rasanya malu-malu
gimanaa gitu. Apel berlangsung selama 10 menit. Lepas apel, kami berkenalan dengan
perawat gigi Puskesmas. Lalu kami diminta bertemu dengan dokter gigi di gedung lama Puskesmas. Oh iya,
Puskesmas Cibeunying ini memiliki dua gedung; satu gedung lama yang berfungsi
sebagai kantor, satu lagi gedung baru sebagai tempat pelayanan.
Akhirnya
kami bertemu dengan dokter gigi Puskesmas, namanya drg.Sheila. Beliau alumni
Unpad juga, dan memiliki teman seangkatan yang menjadi dosen di Unpad. Beliau so casual! Bayangkan seorang dokter gigi
memakai celana jeans, serta headset selalu terpasang di telinganya.
Gawl men! Kami dibawa ke sebuah ruangan kecil di gedung lama, sebesar 3x3, tapi
terdapat sofa yang dapat kami duduki.
“Kalian
di sini mau apa?” Tanyanya setelah percakapan dibuka dengan basa-basi pembuka .
Mampus. Gue paling bingung jika seperti ini. I have no plan. Bingung juga, belum ada
gambaran mau ngapain dan pihak fakultas pun gak memberikan gambaran pasti kami
harus melakukan apa di Puskesmas. Satu hal yang harus kami lakukan adalah kami
harus mengumpulkan data dari Puskesmas ini kemudian dicari permasalahannya dan
dibuat pemecahan masalahnya.
Saat bertemu dengan perawat gigi Puskesmas,
Beliau mengatakan bahwa hari ini ada Posyandu. Drg. Sheila kemudian menyarankan
agar kami dibagi dua kelompok; sebagian ikut melihat keadaan Posyandu, sebagian
lagi mengambil data. Kami pun berunding untuk menentukan keduanya.
Linggar,
Nia, Osin, dan Bella harus mengambil data dari Puskesmas, sedangkan aku
mengambil data melalui kuisioner dan gue belum menyiapkan kuisioner sehingga
aku tidak perlu mengambil data di bagian Tata Usaha. Akhirnya diputuskan bahwa gue
dan Fira pergi ke Posyandu, sedangkan Linggar, Nia, Osin, dan Bella mengambil
data di Puskesmas.
Gue
dan Fira pergi Posyandu menggunakan motor gue, karena Posyandu tersebut
terletak di gang sempit yang hanya dapat dijangkau menggunakan motor. Kami
mengikuti Bu Bidan yang pergi menggunakan kendaraan operasional Puskesmas.
Letak Posyandu tersebut ternyata cukup dekat, sekitar 5 menit dari Puskesmas
dengan menggunakan motor.
Aku menyerahkan kondisi Puskesmas kepada teman-teman
yang mengambil data, “Titip Puskesmas
yaa, kalau ada masalah hubungi aku.” Pesanku pada yang lain.
“Oke, Nis!” jawab mereka.
Gue berharap
gak ada masalah apapun di Puskesmas, makanya gue dengan santai pergi Posyandu.
Sesampainya di Posyandu, sudah ramai dengan ibu kader.
“Fir, kita ngapain di sini?” Tanyaku.
“Gatau,
Nis.” Jawab Fira pelan.
Akhirnya kami mencari kerjaan, entah itu ngukur tinggi badan
balita, mengukur berat badan bayi, tensi, dan konsultasi dengan ibu kader.
Tiba-tiba kami dipanggil Bu Bidan untuk memberikan penyuluhan mengenai
kesehatan gigi dan mulut balita. What?
Kami gak bawa phantum atau poster sama sekali. Tak ada rotan, akarpun jadi. Tak
ada phantum, omongan pun jadi. Gue lebih banyak diam, membiarkan Fira
menjelaskan macam-macam ilmu kedokteran gigi kepada ibu pengunjung Posyandu. Gue
suka bingung harus ngomong apa kalo gak ada persiapan. Untungnya Fira dengan kemampuan Bahasa Sundanya yang lebih jago dari gue dan juga kemampuan public speaking-nya berhasil mengambil hati ibu-ibu pengunjung Posyandu.
Penyuluhan
selasai, Posyandu juga selesai beberapa saat setelahnya. Setelah Posyandu
tutup, kami diajak makan bersama. Alhamdulillaaaah, hal ini merupakan salah
satu keuntungan ikut Posyandu.
Ikan
asin, sambal terasi, nasi anget, hm apalagi ya lauknya, pokoknya enak tenan! Terasa lezat di lidah, apalagi
tadi pagi belum sempat sarapan, heu. Suapan ke lima, tiba-tiba notifikasi Line di handphone
gue berbunyi. 7 pesan baru di aplikasi Line dari Osin yang cukup mengganggu
kenikmatan ikan asin gue………..
“Nisssss.
“Nisssss.
“P
“P
“P
“P
“Urgent.”
(Bersambung ke Drama Puskesmas 3)
Bandung,
4 Juni 2017
-White Rose-
Comments