Menunggu Ketidakpastian


    Langit tetap menghitam. Lembayung mencuat. Kereta terakhir perlahan beranjak meninggalkan tempat singgahya. Mobil-mobil menjauhi stasiun. Semua pergi, kecuali satu. Hujan. Rintiknya tetap menyentuh bumi. Kilat masih menampakkan warnanya. Petir sesekali memperdengarkan nadanya. Rumput bergoyang terkena dampaknya. Dedaunan basah, tidak dapat menolak akibat perbuatan sang hujan. Di balik atap, air perlahan terjatuh. Menimpa ujung sepatu putihku. Percikannya membasahi lantai di sampingku. Nampaknya ia kesal karena tak kugubris. Saat ini sudah purnama kedua sejak aku pertama kali bertemu hujan. Ia tak pernah berhenti mencari perhatianku. Dengan segenap cara, ia selalu berusaha memancingku untuk sekedar melihatnya. Ia selalu menemaniku di sepanjang waktu. Namun tetap tak kuhiraukan hadirnya. Pengganggu, batinku. Biar saja ia berbuat sesukanya. Toh, aku akan terus menunggu matahari. Padahal aku tahu. Esok ataupun lusa. Bahkan sampai kapanpun. Matahari tidak akan pernah mendekatiku.

Bandung, 17 Juli 2017
-White Rose-

Comments

Popular posts from this blog

Hiduplah karena Ingin Hidup

Sepatu Favorit

Ini tentang Iman kepada Allah