Baksos FKG Unpad dengan Santo Laurentius



           For the first time mengurus birokrasi di FKG. Gila. Gue bener-bener bingung dan takut. Gue memang sudah pernah mengenyam urusan birokrasi di rektorat, tapi di sana gue merasa lebih bebas. It means, gue gak perlu takut berurusan dengan dosen FKG yang menurut gue terkenal dengan senioritasnya. He. He. Entah kenapa kalau berurusan dengan pejabat rektorat, gue merasa lebih tidak terkekang. Well, mereka sangat terbuka terhadap mahasiswa, tapi bukan berarti dosen di FKG gak open minded yaa. Hanya saja gue belum menemukan ruang yang sama dengan dosen FKG, jadi gak salah kan kalau gue gak sepahaman dengan mereka? Hee.



            Begini ceritanya, kalau gue berhubungan dengan dosen, nantinya gue akan diingat sebagai mahasiswa yang suka berorganisasi. Gak dosa sih, keren malah. Tapi. Jika suatu saat gue melakukan sebuah kesalahan yang fatal. Hem. Runyam urusannya. Gue akan dikenal oleh seantero dosen FKG dengan sebuah kesalahan fatal gue. Huf. Mendingan gue cari aman….. Hahaha. Tapi baksos ini memaksa gue untuk menjadi Humas, pihak yang berhubungan dengan dosen FKG. Gila. Aing gila.


           “Nis kok supervisornya jadi banyak sih? Katanya cuma dokter ganteng doang.”



           Oke, kesalahan gue untuk baksos kali ini adalah gue kurang koordinasi dengan pihak PPM Fakultas dan pihak-pihak lainnya. Intinya, kekurangan terbesar gue selama ini adalah gue kurang berkomunikasi dengan orang lain. You must repair it, Nis! Tapi sejauh ini sih, dosen gue tidak bermasalah dengan kesalahkomunikasian gue itu.


           Oiya, lupakan kesalahan gue sebagai panitia. Gue akan bercerita tentang baksos ini.



           Seperti biasa, gue yang haus akan pengalaman organisasi ini, mencoba-coba organisasi (lagi). Kali ini gue mencoba memasuki organisasi yang bernama PPM Fosikagi. Organisasi yang berbasis sosial ini adalah organisasi yang menurut gue, “gue banget”. Jalan-jalan sekaligus menolong orang. Jadi jalan-jalan gue worth it, gak buang-buang uang, dapet makan malah. Gue masih menjalani tahap coba-coba, alias magang. Proses magangnya cukup lama, sekitar lima mingguanlah. Dan di minggu ke-empat, dibuatlah program baksos ini. Baksos ini bekerja sama dengan Gereja Santo Laurentius, katanya sih sudah sering bekerja sama dengan dosen penanggung jawab PPM Fakultas ini.



           Acara baksos ini diadakan di SDN Cemara, Jl. Cemara Selatan, Bandung. Kalau dari Cihampelas, setelah Hotel Grand Tjokro, belok kanan ke arah Cipaganti, lalu belok kiri ke arah Cemara. SDN-nya cukup terpencil, masuk ke gang yang cukup untuk dua mobil saja, kemudian masuk lagi ke gang kecil yang hanya cukup dilalui satu motor dan gak bisa parkir di pinggir jalan. Jadi gue memutuskan untuk putar balik dan meletakkan motor di jalanan sebelum gang kecil tersebut. Setelah itu berjalan kaki menuju SDN Cemara, kira-kira lima menit doang kok.



           Di baksos ini, gue berperan sebagai sterilan. Dari seluruh baksos yang pernah gue ikuti (berasa udah pernah ikut ribuan baksos, Nis), baru kali ini gue menjadi seorang sterilan. Dibantu oleh Dinda dan Kak Dyni. Kalau kemarin gue gak jadi sterilan, gue gak akan pernah mengetahui bagaimana cara menyeterilisasi alat sampai alat tersebut layak masuk ke sterilisator.


            Jadi bagaimana caranya sterilisasi alat, Nis?


            Pertama, alat dasar (aldas) dan baki dicuci dengan menggunakan sikat atau spons cuci piring dalam baskom pertama, yang berisi air campuran sabun cuci piring. Kedua, aldas dan baki dibilas dengan air bersih yang diletakkan dalam baskom kedua. Ketiga, aldas dan baki di cuci dengan menggunakan sikat atau spons cuci piring dalam baskom ketiga yang berisi air campuran savlon. Terakhir, aldas dan baki dibilas lagi dengan air bersih yang diletakkan dalam baskom keempat. Total baskom yang diperlukan adalah empat baskom dan diletakkan secara berurutan.


           Setelah itu, aldas dikeringkan sampai tidak ada sisa air, karena jika masih ada air, maka aldas akan gosong alias karatan. Baru kemudian aldas bias dimasukan ke dalam sterilisator. Sterilisator adalah alat untuk sterilisasi, harganya sekitar > 1,5 jetilah. Nah, sterilisasi menggunakan sterilisator memakan waktu > 30 menit. Lo tau oven? Atau microwave deh. Nah, bayangin aja sterilisator tuh kaya oven atau microwave versi gedenya.


           Yang menurut gue lucu adalah si Dinda (Emeng) menuangkan sabun cuci piring melimpah, bahkan kata Kak Dyni cukup untuk mencuci 1000 piring -___- . Alhasil, busa melimpah ruah dari baskom pertama, lalu merembet sampai baskom terakhir. Air savlon pun menjelma menjadi air s*nlight karena berbusa-busaa.


           Kalau biasanya gue berperan di depan layar, alias menjadi seorang penyuluh. Kali ini jobdesk gue cukup di belakang layar, menjadi seorang sterilan. But, I accept it. Seru juga kok jadi sterilan. Cukup seru karena membuat tangan jadi keriput. Yaa, bayangkan saja, lo mencuci piring selama 45 menit, bayangkan saja hasilnya jari lo seperti apa.


           Last but not least, gue bahagia dapat menjadi bagian dari baksos kali ini. Dan gue bahagia menjadi bagian dari PPM Fosikagi. Eh belum dilantik ya. Gapapa deng, pede aja dulu, hasil mah belakangan. Ini ada beberapa dokumentasi baksos itu, yaa walaupun prosesnya gak di foto gapapalah ya.


Ki-ka atas: Meng (Dinda), Fira, Ninis, Diana, Ibang, Linda, Ranny, Berli, Arin, dan Amel.
Ki-ka bawah: Acidun, Icrut, dan Ny. Ejha.

Orang-orangnya samalah yaa, cuma minus Ny. Ejha

Nah yang ini foto gabungan antara dosen supervisor, pihak SDN Cemara, pihak Laurentius, operator, sterilan, dan penyuluh.



Selamat mengabdi di lain tempat, Nisrina!
Dago Pojok, 31 Oktober 2016
-White Rose-

Comments

Popular posts from this blog

Aku ingin Tinggal di Istana

Hiduplah karena Ingin Hidup

Sepatu Favorit