Banu dan Hani

Siang itu tak ada yang bertanya. Semua teman Hani bungkam. Tak berani bertanya atau berkomentar. Sore itu Sari bertanya, "Hani, apakah kau menangis?"

"Tidak." jawab Hani.

Hani memintanya untuk berbicara melalui telepon. Hani lalu bercerita tentang siang itu. Mendung sudah sampai di pelupuk mata. Namun air tidak juga turun menuju pipi. Ternyata sakit ini masih tertahan, pikirnya. Sari berkata bahwa Hani akan segera menemukan manusia keren lainnya. Hani tertawa kecil dan mengucapkan terimakasih. Telepon dimatikan. Hani tak tahan menahan rasa. Hani tak ingin mengingat hal yang tak perlu diingat.

Hani diantar menuju stasiun terdekat. Kereta listrik menuju Bogor ini bergerak terlalu cepat, ujar Hani dalam hati. Pikiran Hani melanglang buana mengingat segala hal.

Hani berpisah dengan kereta. Hani dijemput di stasiun. Lalu bertemu banyak sekali manusia pada malam itu. Beberapa baru bertemu. Beberapa pernah bertemu namun lupa. Salah satu yang mencuri perhatian Hani adalah seorang perempuan belum berdosa yang tidak ingin terlepas dari gendongannya. Hani senang. Hani melupakan sesuatu yang menyakiti hatinya.

Malam terlalu larut. Beberapa kawan dan Hani berpamit pulang. Hani diantar ke tempat ramai oleh Banu.

Siang tadi Banu dan Hani sempat bertemu namun hanya ada percakapan basa-basi.

"Aku solat dzuhur dulu." kata Banu.

--------------------------------------------

"Bagaimana rasanya?" tanya Banu sewaktu mereka hampir berpisah di malam itu.

"Sakit." jawab Hani.

Mereka terdiam.

Banu bertanya tentang hari ini. Hani bercerita mengenai harinya.

Hani tersenyum dalam hati. Terimakasih, ujarnya dalam hati. Sepertinya Hani sudah menemukan rumah untuk kembali.

Bandung, 16 Januari 2020
-White Rose-

Comments

Popular posts from this blog

Aku ingin Tinggal di Istana

Hiduplah karena Ingin Hidup

Sepatu Favorit