Diskusi Splinting
DISKUSI SPLINTING!
Alhamdulillahirobbialamin. Hari ini eh Kemaren selesai syudah diskusi splinting Nisrina bersama drg Metta. Selesai dalam satu pertemuan sahaja selama kurang lebih 1,5 jam. Yok mari flashback sedikit yak materi tadi yang udah gue pelajari tapi gak keluar HAHA.
Splint adalah alat untuk menstabilkan gigi yang goyang karena penyakit atau trauma. Splinting ini salah satu dari requirement mayor di departemen Periodonsia. Setelah lo menyelesaikan complex case sampai root planning sebulan. Oiya, gue jelasin dulu sebelum too much kata-kata dalam bahasa kedokteran gigi.
Complex case a.k.a kasus kompleks a.k.a kasus mayor di departemen Periodonsia itu tahapannya lumayan panjang. Pertama scalling atau pembersihan karang gigi. Tahapannya ada tiga kali pertemuan; (satu) pembersihan karang gigi secara keseluruhan, (dua) kontrol satu minggu setelah pembersihan karang gigi, (tiga) kontrol sebulan setelah kontrol seminggu pasca pembersihan karang gigi. Kedua dilanjutkan dengan root planning. Tahapannya ada tiga kali pertemuan juga; (satu) root planning awal yang biasanya digabung dengan kontrol sebulan pembersihan karang gigi, (dua) kontrol seminggu pasca root planning, (tiga) kontrol sebulan setelah kontrol seminggu pasca root planning.
Kenapa sih banyak banget kontrolnya? Ya kan harus diliat Bambang, apakah si jaringan periodontalnya mengalami perubahan setelah perawatan atau stagnan. Apakah perawatan periodontal (dalam hal ini scalling dan root planning) kita berhasil atau gak. Pasiennya kooperatif atau gak dalam menjalani perawatan ini. Kalo pasiennya gak kooperatif, yaa gak ada perubahan yang signifikan pasca perawatan yang telah lo lakukan. Kayak pasien gue ini. HAHA.
Oke jadi, pasien gue ini adalah bapak-bapak, umurnya 49 tahun. Beliau adalah seorang perokok aktif. Total sisa gigi di mulut Beliau ada 9, yaitu 7 di rahang bawah dan 2 di rahang atas. Dimana setelah diskusi dengan dosen gue, 2 gigi di rahang atas ini harus dicabut karena berlubang besar dan sudah mengalami penurunan tulang lebih dari sepertiga, yang mana kontraindikasi untuk dilakukannya perawatan saluran akar. Sabar ya bapake.
Nah 6 dari 7 gigi yang tersisa di rahang bawah bapake ini mengalami kegoyangan. Tiga diantaranya memiliki derajat kegoyangan gigi grade 2, yang mana mengalami kegoyangan gigi ke arah bukolingual (ke arah mulut dan lidah) sebesar > 1 mm. Sisa tiganya lagi memiliki derajat kegoyangan gigi grade 1, yang mana mengalami kegoyangan gigi ke arah bukolingual (ke arah mulut dan lidah) sebesar 1 mm. Pasien gue juga pernah mengeluhkan rasa tidak nyaman karena gigi yang goyang tersebut. Oleh karena hasil dari anamnesa dan diagnosa pasien tersebut, pasien gue terindikasi dilakukan perawatan splinting.
Lanjut ke curhatan diskusi splinting hari ini ya gaes.
Jam satu masuk ke dalam ruangan departemen Periodonsia. Gue diskusi bertiga bersama Citra dan Fathia. Mereka belom meradir (membolongi) gigi untuk dilakukan latihan splinting. So, akhirnya gue ditinggal sendirian di dalam ruangan dosen HAHA.
Pertanyaan pertama, "Kamu mau naro kawat splintingnya dimana?"
"Di atas cingulum, Dok." jawab gue.
"Di atas cingulum tuh dimana? Ke arah apikal (akar) atau koronal (mahkota)?" tanya dokternya lagi.
"Di atas cingulum ke arah koronal, Dok." jawab gue. (Sesungguhnya tadi gue labil, gue jawab juga ke di apikal HAHA).
"Iya, itukan retensi biar kawatnya gak jatuh ke bawah. Trus kalo retensi biar kawatnya gak lepas ke atas?" tanya dokternya lagi.
Gue mikir seribu kali. Baca ulang semua catetan gue.
"Saya gak nanya teori loooh."
GUE MERASA SUNGGUH BODOH, SUNGGUH SANGAT BERHARAP CITRA DAN FATHIA SEGERA DATANG SECEPAT MUNGKIN BIAR GUE GAK SENDIRIAN DI SINIIIIIH.
Gue buka catetan fotokopian Perio yang tebel banget itu. Gak nemu.
Gue googling. Kagak nemu jugak.
Gue gak kepikiran nanya temen di grup wkwk.
Gue akhirnya jawab, "Gaya kunyah yang menekan ke apikal diterima oleh seluruh gigi yang di splinting, Dok. Jadi gak akan bergerak ke arah koronal kawatnya."
"Bukan ituu. Ditahan oleh apakah supaya kawatnya tidak lepas ke arah koronal?" "Coba pake logikanya."
Nisrina terdiam, merasa tidak memiliki logika WKWK. Akhirnya gue membuka PPT drg. Ira mengenai splinting. Di halaman terakhir ada gambar gigi yang sudah di splinting. Lalu gue membayangkan, tuh kawat kalo ditarik ke apikal ketahan cingulum, kalo ditarik ke koronal ketahan sama..........
".........Titik kontak, Dok?"
"Nah, iya ituuuu. Jawab ini aja lama banget."
WKWK AT LEAST GUE BISA JAWAB HASIL GUE BERPIKIR SELAMA 20 MENIT, ALHAMDULILLAAAAH.
Lalu ketika Citra dan Fathia datang, mereka juga diberikan pertanyaan yang sama dan gak bisa jawab juga WKWKWK. NAMANYA JUGA DEK KOASSSSS :))
Selanjutnya, ditanyain tentang berapa gigi yang harus di splinting. Darimana kemana? Karena gigi gue yang memiliki derajat kegoyangan grade 2 berjumlah tiga gigi, jadi gue bilang aja, "Tiga gigi, Dok. Dari kaninus ke kaninus."
"Kenapa?"
"Karena... Kalo jumlah gigi yang goyang tiga, gigi penyangganya juga harus tiga." jawab gue.
"Hukum apa di Prosto yang bilang kayak gini?"
"Hukum apa di Prosto yang bilang kayak gini?"
Gue bodoh banget hal ini wkwk, akhirnya dijawab Fathia, "Hukum Ante, Dok."
Kemudian dokternya pun menjelaskan mengenai Teori Hukum Ante. Jumlah gigi yang hilang dan atau gigi yang goyang, harus sesuai dengan jumlah gigi sandaran.
Kemudian dokternya pun menjelaskan mengenai Teori Hukum Ante. Jumlah gigi yang hilang dan atau gigi yang goyang, harus sesuai dengan jumlah gigi sandaran.
Terakhir kami diminta untuk praktik splinting langsung ke model. Ini part paling seru menurut gue! Hiks, walaupun gue harus merelakan uang 300.000 rupiah gue hilang untuk membeli wire holder dan lidah ular. Impulsif sekali memang Nisrina ini, kan bisa minjem, tapi gue milih untuk punya sendiri HAHA. Nah, saat gue sedang mengikis interdental papila (celah antargigi) supaya bisa dimasukin kawat, tekanan gue dari lidah ular ke celah antargiginya terlalu besar sehingga.............kaninus kiri di cetakan positif gue patah. HAHAHAHA. "Ya, gapapa. Kamu splinting dari gigi sebelahnya aja." Untung dokternya pemaaf dan baek sekale :") Maaf ya Dok, saya memang sedikit ceroboh~~
Gue mencoba mengingat part saat membantu drg. Santi praktik, kalo kawatnya kurang kenceng, ditarik terus dari awal. Kawat gak boleh goyang sama sekali. Kawat harus rata dari ujung ke ujung. Gue memilih teknik satu gigi puter, satu gigi puter. Terakhir diplintir di ujung satunya. Dan diplintir dua kali, kawatnya patah di ujung dong. HAHAHAHAHA. Kesel banget, jadinya gak nyampe kawatnya. Ini masih di model loooh, gimana di gigi pasien~
"Dok, kawat saya patah, Dok. Harus ngulang atau bagaimana?" tanya gue.
"Yaudah kamu dari Insisif ke Insisif aja."
Alhamdulillah. Hatur nuhun pisan, Dooook. Kata gue dalam hati.
Setelah kawat diplintir di ujung yang berbeda, sisain 3-4 mm kawat dari hasil splinting-an, lalu potong lebihannya. Sisa kawat 3-4 mm dimasukan di interdental papila ke arah koronal. Kenapa harus ke arah koronal? Karena jika ke arah apikal ada gusi gaes. Berhubung di pasien gue penurunan tulang sudah lebih dari duapertiga, jadi sisa kawat bisa dimasukan ke apikal interdental papila. Namun, lebih baik jika ke koronal agar bisa diberikan komposit di akhir pada mahkota giginya.
Sekian cerita diskusi splinting pada siang hari ini. Minggu depan, hari Senin, datangkan pasiennya ke Rumah Sakit Gigi dan Mulut, Insha Allah~ Mari kita segera buatkan gigi tiruan untuk bapaknya. Bismillah.
Bonus. Foto model gigi gue.
Gigi kaninus kiri patah tapi terlihat normal, khan~ |
Tampak atas model rahang bawah |
Bandung, 25-26 Juni 2019
NQS
Comments