Belasan tahun aku tinggal di rumah ini. Tempat berlindung dari terik matahari dan hujan badai. Tempat aku beristirahat di panasnya siang dan dinginnya malam. Rumah ini memiliki dua lantai dengan cat dominan warna krim. Ada teras dan pagar yang membatasi dan mengamankan rumah. Dahulu teras tersebut berisi berbagai macam tanaman ibu, tapi sekarang sudah dibongkar untuk garasi mobil. Empat kamar tersedia di dalamnya. Kamar aku dan kedua adikku, serta kamar ibuku. Tidak terlalu luas, namun tidak terlalu sempit. Seharusnya, aku bersyukur memiliki rumah yang dapat ditinggali setiap hari. Kata mahfudzot Arab: Rumahku, istanaku. Baitii jannatii. Namun bagiku, rumah ini tidak seperti istana. Dapur yang sempit. Keran kamar mandi sering bocor. Air hangat sering tidak menyala. Air sering macet. Dinding mengelupas. Orang tua yang sering mengekang. Sungguh, terlalu banyak hal yang membuatku tidak nyaman tinggal di rumah orang tuaku. Aku ingin memiliki rumah sendiri. Aku ingin ...
Belakangan ini, negara sedang dalam kondisi yang tidak baik-baik saja. Dimulai dari isu pemilihan presiden dan wakil presiden yang menuai kontroversi. Usia salah satu calon wakil presiden tidak memenuhi syarat pencalonan. Kemudian muncul Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 yang mengubah syarat batas usia calon presiden dan wakilnya, dari yang seharusnya 40 tahun menjadi 34 tahun. Hal ini kalau dipikir secara logika, menguntungkan bagi salah satu kubu calon. Ada syarat baru juga yang ditambahkan selama pemilihan umum 2024, yaitu pernah dipilih atau terpilih menduduki jabatan publik melalui pemilihan umum atau pemilihan kepala daerah. Kedua hal ini telah terbukti sebagai pelanggaran kode etik sehingga Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi menjatuhkan sanksi berupa teguran kepada ketua Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia. Kalau kita pikirkan secara mendalam, betapa rumitnya kehidupan di suatu negara. Apalagi ketika harus mengurus negara. Justru semakin rumit. Namun mengapa masih ada seke...
Hidup di dunia itu sifatnya sementara. Hidup yang kekal, ya di akhirat. Lantas mengapa manusia seringnya berlomba-lomba untuk mencapai hal terbaik di dunia? Padahal, hidup di dunia tujuannya untuk mencari bekal dan tabungan di akhirat. Bukan untuk dinikmati sementara. Dunia itu fana, akhirat yang kekal. Adakalanya, manusia ingin melanjutkan hidup bukan karena keinginan dalam diri sendiri. Melainkan karena orang lain. Orang tua, kekasih, anak. Memikirkan orang lain. “Kalau tidak memikirkan anakku, aku pasti memilih mengakhiri hidup.” “Aku bertahan hidup karena ada orang tua yang harus aku jaga.” Padahal, hiduplah karena diri sendiri ingin bertahan hidup. Hiduplah karena ingin menikmati sisa usia. Hiduplah karena hidup adalah keinginanmu. Jalani hidup kita dengan baik, sebagai bentuk rasa syukur kita terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Menikmati hidup dapat dilakukan dengan banyak cara, salah satunya menghargai setiap keputusan yg dipilih, enjoy dalam menjalankan kehidupan, tidak menjalankan ...
Comments