Amanah Itu Harus Dituntaskan :)


Amanah, secara etimologis diambil dari Bahasa Arab, yaitu jujur atau dapat dipercaya. Sedangkan menurut terminologi, saya mengutip dari Ahmad Musthafa Al-Maraghi, amanah adalah sesuatu yang harus dipelihara dan dijaga agar sampai kepada yang berhak memilikinya. Ketika saya membuka wikipedia, dalam arti bahasa inggris, amanah berarti menuntaskan kepercayaan.

Adalagi nih, tercantum di Al-Qur’an, dalam surat AS-Sajadah ayat 72, disitu diterangkan bahwa amanah adalah segala sesuatu yang dibebankan Allah kepada manusia untuk dilaksanakan.
Kalau saya tarik garis kesimpulan dari keempat arti amanah di atas, tiga dari empat arti yang saya pakai, ada kata “Percaya.” Correct me if I wrong.


Sebenernya gue gak mau membahas bahasan yang berat di blog ini, namun rasa penasaran ini sudah sangat membuncah. Gatel ingin menulis. Lanjut weh lah.


Percaya, yakin benar atau memastikan akan kemampuan atau kelebihan seseorang atau sesuatu. Sedangkan kepercayaan adalah orang yang dipercaya (diserahi sesuatu dsb). Definisi percaya dan kepercayaan itu saya dapatkan dari KBBI, silakan buka KBBI online, ada di arti keempat.


Orang awam juga pasti mengetahuinya, amanah itu harus disampaikan, harus diselesaikan. Kalau gak selesai namanya khianat. Gamau dong disebut khianat? Khianat itu kebalikan dari sifat amanah. Lantas mengapa masih ada saja yang meninggalkan amanah di tengah perjalanan? Padahal mereka itu kepercayaan atasan. Atasan mereka percaya akan kemampuan yang mereka miliki. Pernahkah mereka berpikir bahwa ada orang yang ingin sekali berada di posisi mereka? Namun takdir Allah berkata lain, orang itu tidak akan pernah bisa berada di posisi mereka. Dan dengan santainya mereka, yang telah diberi amanah itu, melepaskan kepercayaan yang telah diberikan kepada mereka di tengah perjalanan. Kalo kata Thaha, mereka itu telah merampas hak orang lain yang punya mimpi yang sama. Haha. Betul, bukan?


Kuliah itu juga amanah, amanah dari orang tua. Tidak perlu diberi tahu juga saya yakin mahasiswa itu cerdas, sudah paham dan mengerti hal ini sejak pertama kali duduk di bangku perkuliahan. Di samping itu, kita sebagai mahasiswa juga memegang amanah bangsa Indonesia. Iya, kita, mahasiswa zaman sekarang. Kita itu kan calon pemimpin bangsa. Di pundak kita terdapat harapan masyarakat Indonesia loh.

Saya pernah baca di anak UI.com, pas lagi nyari sumber buat nulis artikel di Warta Kema, intinya waktu itu lagi ada mahsiswa UI yang lagi riset di Riau untuk penelitian defortasi hutan. Disitu doi diperlakukan istimewa oleh masyarakat sekitar, ketika mahasiswa itu bertanya, mengapa? Apa jawaban penduduk? “Karena kamu MAHASISWA!, kami hanya menggantungkan harapan ke kamu sebagai seorang mahasiswa, defortasi hutan di daerah ini begitu gencar, kami kehilangan mata pencaharian, jika dibiarkan, maja sangatlah mungkin tempat tinggal kami juga akan hilang, maka dari itu, kami berharap mahasiswa untuk dapat bergerak, menyelamatkan kami!”. Tuh, bayangin deh. Gue sih merasa beban di pundak gue semakin berat semenjak mendengar cerita itu...


Suatu saat nanti, mungkin saja Pak Jokowi akan digantikan oleh Kang Habib, mungkin. Who knows? Naaah, kalo dari mahasiswa aja sudah menyepelekan amanah, bagaimana nanti ketika jadi pemimpin Indonesia?

Coba deh, berorientasi ke depan. Kalo amanah kecil saja tidak diselesaikan dengan baik, bagaimana ketika kamu mendapat amanah yang lebih besar? Apakah akan berhenti ditengah jalan juga? Hei bung, ini amanah, bukan permainan. Sama seperti perasaan, harus diselesaikan juga, eh.


Sebagai seorang mahasiswa medical complex, kami memiliki kewajiban lulus kuliah 3,5 tahun. Siapa sih yang tidak ingin membanggakan orang tua dengan lulus tepat waktu? Tetapi, apakah dengan lulus tepat waktu dapat menjamin kamu bisa berenang di samudra kehidupan nyata? Ada yang bisa menjamin? Di semester menjelang akhir ini, kegalauan pasti ada, ada banget. Faishal pernah bilang, pilihannya mahasiswa tingkat akhir tuh cuma dua, menjadi mahasiswa yang lulus tepat waktu, atau lulus di waktu yang tepat. Dan setiap orang berhak memilih pilihannya, sama seperti memilih pasangan hidupnya, duh.......

Kembali lagi ke amanah, kalau memang tidak sanggup mengemban amanah, saya rasa lebih baik dibicarakan di awal, ketika pertama kali tawaran amanah itu datang kepadamu. Sebagai seorang aktivis yang juga bergerak di jalan dakwah, saya rasa mereka paham kalau amanah itu bukan suatu permainan~


HAHA. Gils, saya ngerasa tulisan ini penuh dengan sarcasm, judgement. Mohon maaf sebelumnya jika ada yang merasa tersinggung. Tapi, (lagi-lagi) kata Faishal, kadang orang tahu bahwa sesuatu salah, tapi mereka hanya diam saja. Nah, saya tidak ingin menjadi seperti itu, diam saja ketika menyadari adanya “ketidakberesan” ini. Saya ingin mencoba menyadarkan, dan mengingatkan kembali, caramu salah, bung. Ya, cara saya menyadarkan ya dengan tulisan ini, cupu memang, maklum, introvert. Tapiii lebih baik bergerak lewat tulisan daripada tidak sama sekali, bukan?

YaAllah, bismillah. Semoga saya tidak terjurumus di lubang yang sama. Selamat malam~




Depok, 7 Juli 2015
-White Rose-

Comments

Popular posts from this blog

Aku ingin Tinggal di Istana

Hiduplah karena Ingin Hidup

Sepatu Favorit