Cerpen: Percakapan tidak Penting
Siang
itu, aku sedang makan berdua dengan kakakku di salah satu pusat perbelanjaan
terbesar di kabupaten tempatku bermukim. Lumpia basah masih terkulum di mulutku,
tapi kami tetap melanjutkan obrolan karena sudah lama tidak bertemu, sampai
suatu saat aku teringat akan suatu hal.
“Kak,
siapa sih orang yang Kakak ceritakan di caption berseri di Instagram Kakak?” tanyaku
setelah menegak teh dalam kemasan.
“Mantan
aku.” jawab kakakku sambil tersenyum.
“Mantan
yang masih terus mengejar Kakak sampai saat ini?”
“Ya ampun,
bukanlah. Itu mantan aku yang romantis.” jawabnya sambil mengunyah
Cireng, makanan khas Jawa Barat yang terbuat dari adonan aci berisi kacang kemudian digoreng sampai matang.
“Ooh,
yang anak Jogja itu bukan, Kak?" "Yang
anak UGM itu ya, Kak?" "Yang
mantan ketua BEM FK UGM 2009?”
“Gak
usah diperjelassss.” katanya sambil menyubit pipiku.
“Aduuuuh,
sakit tau, Kak.” Akupun mengelus-elus pipiku yang sakit. “Btw, dia perhatian banget
yah, Kak.”
“Iya,
diantara semua mantanku. Dia itu laki-laki yang paling perhatian sama aku.”
ujarnya.
"Ih,
pipinya merah tuuuh.” ledekku sambil menunjuk pipinya yang bulat itu. “Eh, Kak,
memangnya semua lelaki Jogja seperti itu ya?”
“Maksudmu?”
tanyanya kembali.
“Yaa,
seromantis itu, seperhatian itu, Kak. Cowok bangetlah pokoknya.” jelasku sambil membereskan tas. Wah, si Kakak bakal menyangka yang aneh-aneh ini, batinku.
“Hmmm,
coba-coba sini, kamu ceritakan dulu dari awal.” Ia mencoba menggodaku.
“Eh?
Bagaimana, Kak? Hmmm, itu Kak, ojek online aku sudah sampai. Yuk, pulang.” Aku bergegas
bangun dan membereskan baju yang terlipat saat duduk.
“Cerita
duluuu.” teriaknya sambil berdiri dan membereskan barang-barangnya.
Tapi aku sudah berlari meninggalkannya.
Bandung, 19 Februari 2017
-White Rose-
Comments