Curhat: Eksodonsia 7/2/2017

Eksodonsia. Selasa 7 Februari 2017

Aku, Nisrina Qotrunnada Saleh, adalah seorang mahasiswa program profesi Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Padjadjaran, atau lebih sering dipanggil koas FKG. Nah, di koas ini aku mendapat jadwal untuk mencabut gigi pada hari Selasa. Oke, sekarang aku ingin bercerita mengenai pengalaman eksodonsia atau yang sering disebut orang awam dengan mencabut gigi.


Gambar atas (tempat sambal berwarna biru), merupakan gigi 24 atau gigi premolar (geraham kecil). Maafkan jika aku memakai bahasa kedokteran gigi.

Anamnesis dari kasus ini yaitu, pasien berusia 21 tahun datang ke RSGM dengan keluhan gigi berlubang sejak 5 bulan yang lalu. Awalnya berlubang besar, lalu ditambal, namun tambalan tersebut perlahan lepas, dan akhirnya menjadi lubang seperti sekarang. Pasien mengatakan tidak pernah sakit dan tidak pernah bengkak. Pasien ingin giginya dicabut.

Hasil pemeriksaan intra oral didapatkan bahwa terdapat sisa akar gigi 53 dan karies profunda 24.

Diagnosis: periodontitis apikalis kronis et causa gangrene radix 53 dan periodontitis apikalis kronis et causa gangrene pulpa 24.


Oke, akhirnya aku mengambil jarum suntik, siap-siap membius sang pasien dengan teknik infiltrasi bukal (pipi) dan palatal (langit-langit). Infiltasi bukal aku sukses, 1 ml aku suntikan ke mukosa bukal pasien, dari dosis yang seharusnya 0,5 ml. Gapapa kok kelebihan, prinsip aku painless. Infiltasi palatal aku yang rada-rada, 3 kali menyuntik yang keluar hanya 0,2 ml, sepertinya mentok ke tulang. Sudah mempersiapkan hati, karena anestesi aku yang sepertinya gagal, Bismillah, semoga pasiennya gak kenapa-kenapa.

Setelah 20 menit aku mengorek ngorek gigi pasien, pasiennya mengeluh sakit. Seperti biasa, aku selalu menegaskan ke pasien (pengalaman yang sudah-sudah aku orangnya tidak tegaan, jadi jika pasien mengeluhkan sakit, aku langsung menghentikan tindakan ekstraksi huhu cupu).


Aku tanya ke pasien, “Sakit atau terasa?”
“Terasa.” jawab sang pasien.
“Gak ngilu kan?” tanya aku lagi menegaskan.
Sang pasien menggelengkan kepalanya.
“Jadi, kalau cabut gigi, memang terasa ada yang ngorek-ngorek giginya, tapi gapapa kok, memang begitu prosedurnya.” terang aku kepada pasien.
“Oke teh.”


Aku pun menambahkan anestesi di daerah palatal, gagal lagi, mentok tulang soalnya. Yaampun ini gimanaaa? Lalu dengan pedenya, aku melanjutkan mengorek-ngorek gigi pasien dengan menggunakan ekskavator. Fyi, sampai saat ini aku belum bisa menggunakan bein dengan baik dan benar, belum mendapatkan feeling-nya. Kalau feeling ke kamu mah sudah dari lama, lah.

Berdasarkan ilmu pengalaman aku, perlekatan antara gingiva (gusi) dan tulang alveolar sudah dibuka lebar, sepertinya sudah bisa ditarik dengan menggunakan tang. Aku ambil tang mahkota gigi premolar rahang atas. Sip, goyang nih giginya, eh gak sampai 5 menit kemudian, pasien meneteskan air mata…

“Kamu kenapaaa? Sakit?” tanyaku, aku berusaha untuk tidak menunjukan ekspresi panik di hadapan pasien, padahal dalem hati udah super panik. Karena jika aku panik, bagaimana dengan pasien? Sang pasien hanya dapat mengangguk dan mengelap air matanya dengan menggunakan tissue. Oke, anestesi gue gagal.

Singkat cerita, memang ternyata anestesi aku di bagian palatal kurang mantep. Aku jadi inget, dokter residen bedah mulut pernah mengatakan, “Infiltrasi palatal yang bagus itu di antara M1 dan M2. Di sana ada foramen (sht gue lupa nama foramennya apa). Coba cari daerah situ yang lunak, trus kamu anestesi di sana. Itu tuh, kalo kamu masukan cairan anestetikum di sana, satu regio bisa langsung ke blok.” Oke, aku coba, dan tara!


“Masih sakit gak?” tanyaku lagi.
“Masih teh, tapi sekarang terasa baal.”


ALHAMDULILLAAAAHHH. Anestesi gue berhasil cuy :”) Eh ternyata, drama ekso gue gak berhenti sampai di situ. Gue melanjutkan menggoyangkan gigi dengan menggunakan tang ekstraksi, karena seperti yang sudah gue jelaskan di awal, gue gak suka ngungkit gigi dengan bein, gue gak bisa.

5 menit….
10 menit……
30 menit….
1 jam…….
2 jam…..

"Nis, ini kok giginya gak goyang-goyang ya, padahal perlekatannya udah kebuka lebar banget." kata Nata.
“Nis, cobain deh, ini udah goyang sedikit.” kata Syahirah.
Huhu daritadi juga udah segitu goyangnya…………..
Nata frustasi, Syahirah frustasi, Kakak SCD frustasi, dan gue? Gue pegel.

Akhirnya aku memasrahkan semuanya kepada dokter residen bedah mulut, yang hanya kurang lebih 10 menit berhasil mengeluarkan gigi tersebut. Taraa! Ada granuloma di ujungnya! Hei granuloma! Lo tuh nyusahin tau gak siiih. Kzlll. Lo tuh yang bikin punggung gue super pegel, tangan gue tremor, mata gue pedes. Tapi alhamdulillah, akhirnya gigi yang sudah mati itu berhasil dicabut oleh dokternya :”)



Gambar bawah (tempat sambel warna ijo), merupakan gigi 14 atau gigi premolar (geraham kecil).

Anamnesis dari kasus ini yaitu, pasien berusia 19 tahun datang ke RSGM dengan keluhan gigi berlubang sejak 9 bulan yang lalu. Awalnya berlubang besar, perlahan giginya lepas semua, dan tiba-tiba keluar gusi dari dalam giginya. Minggu lalu bengkak, tapi tidak sakit. Saat ini tidak bengkak dan tidak sakit. Pasien ingin giginya dicabut. Dan ternyata yang akan gue cabut bukan gigi ini HAHAHAHAHA.

Hasil pemeriksaan intra oral didapatkan bahwa terdapat karies profunda gigi 46 dan nekrosis gigi 14.

Diagnosis: Periodontitis apikalis kronis et causa gangrene pulpa 46 dan nekrosis gigi 14.



Sumpah yaaa, nyabut gigi 14 ini gak sedrama gigi 24. Alhamdulillah, hanya 30 menit langsung kecabut dengan menggunakan tang, dengan sedikit bantuan bein. Gigi yang keluar utuh dan tidak patah. Yang paling penting adalaah pasien tidak mengeluhkan sakit sama sekali, means anestesi gue yang awal berhasil. Let’s say, hamdallah.

Terima kasih, Ekso! Hari itu aku telah lulus menjadi spesialis cabut gigi premolar rahang atas :””””


P.S. untuk teman-teman, akang teteh, ibu-bapak, atau siapapun yang ingin cabut gigi di daerah Bandung, dapat menghubungi saya di 081311272725, atas nama Ninis. Lokasinya di Rumah Sakit Gigi dan Mulut, Sekeloa, Bandung. Insya Allah setiap tindakan pencabutan gigi yang saya lakukan di bawah pengawasan dokter senior. Untuk biaya, kira-kira setiap gigi dikenakan biaya 20.000, belum termasuk obat. Biaya obat, sekitar 11.500 untuk 2 jenis obat, yaitu Amoxicilin dan Asam Mefenamat.


Bandung, 9 Februari 2017
-White Rose-

Comments

Popular posts from this blog

Aku ingin Tinggal di Istana

Hiduplah karena Ingin Hidup

Sepatu Favorit