8 tahun yang lalu, ketika seragam putih merah tidak lagi menjadi pakaian sehari-hari yang aku kenakan saat berangkat ke sekolah. Masih teringat jelas dalam benakku, wajah kalian yang masih imut, polos, dan tak tahu apa-apa. Raut wajah anak usia 12 tahun yang baru saja melepas statusnya sebagai murid sekolah dasar. Wajah mereka yang aku sendiri pun tidak tahu, apakah nanti, 5-10 tahun yang akan datang masih seperti saat itu ataukah sudah banyak perubahan. Kalian adalah teman-teman terbaik yang pernah aku miliki. Menghabiskan 6 tahun bersama kalian dalam satu ruangan, melalui serangkaian masa kecil bersama kalian. Membuatku berpikir, ada yang tidak dapat diganti dari semua itu, yaitu kebersamaan. Mungkin aku pernah galak, jutek, sinis, manja, atau meremehkan salah satu dari kalian, tapi percayalah, dulu aku hanyalah seorang siswi sekolah dasar yang masih belum paham mengenai hakikat. Kita pun masih sama-sama kecil saat itu. Maafkan kekhilafanku, sobat. Kini, setelah usiaku ...
Sebenarnya kemarin sudah gue spill sedikit mengenai Pelabuhan Muara Teweh. Pelabuhan ini berada di Kabupaten Barito Utara, Kecamatan Muara Teweh, Kalimantan Tengah, Indonesia. Kalau yang ada dipikiran kamu pelabuhan itu seperti Pelabuhan Merak yang banyak kapal feri besar, banyak kendaraan roda empat atau roda dua yang mengantri masuk. Kamu harus mengubah pola pikirmu. Pelabuhan ini berisi perahu-perahu kecil yang berisikan sekitar 20-30 penumpang. Ada beragam jenis moda transportasi air di Kalimantan yang gue pernah naiki sampai saat ini, berikut urutannya mulai dari yang paling besar: 1. Kapal feri versi lite Kapal feri ini memuat satu mobil, mulai dari mobil pribadi sampai truk sedang juga bisa. Biaya sekali jalan kisaran 500.000 rupiah untuk jarak tempuh satu jam dari Beras Belange sampai Laung Tuhup. Tapi di Pelabuhan Muara Teweh ini tidak ada feri ini. 2. Speedboat Nah, ini dia perahu kecil yang gue pakai untuk pulang ke Maruwei. Perahu motor ini bisa berisi 20-30 orang dalam sek...
Belasan tahun aku tinggal di rumah ini. Tempat berlindung dari terik matahari dan hujan badai. Tempat aku beristirahat di panasnya siang dan dinginnya malam. Rumah ini memiliki dua lantai dengan cat dominan warna krim. Ada teras dan pagar yang membatasi dan mengamankan rumah. Dahulu teras tersebut berisi berbagai macam tanaman ibu, tapi sekarang sudah dibongkar untuk garasi mobil. Empat kamar tersedia di dalamnya. Kamar aku dan kedua adikku, serta kamar ibuku. Tidak terlalu luas, namun tidak terlalu sempit. Seharusnya, aku bersyukur memiliki rumah yang dapat ditinggali setiap hari. Kata mahfudzot Arab: Rumahku, istanaku. Baitii jannatii. Namun bagiku, rumah ini tidak seperti istana. Dapur yang sempit. Keran kamar mandi sering bocor. Air hangat sering tidak menyala. Air sering macet. Dinding mengelupas. Orang tua yang sering mengekang. Sungguh, terlalu banyak hal yang membuatku tidak nyaman tinggal di rumah orang tuaku. Aku ingin memiliki rumah sendiri. Aku ingin ...
Comments