Cerpen: Perempuan

Siang itu, di sebuah ruang tamu rumah kecil, dua orang perempuan yang sedang beranjak dewasa tengah berbincang. Masa depan selalu menjadi kekhawatiran mereka.


"Lalu, sekarang apa maumu? Berpacaran?" ujar perempuan pertama, ia tengah memoles wajahnya agar terhindar dari sengatan matahari siang.

"Tidak akan." perempuan kedua mengatakannya sambil terus menekan keyboard laptopnya.

"Lalu apa yang harus kutanyakan padanya?" perempuan pertama itu menatap teman satu rumahnya dengan tatapan bingung.

Perempuan kedua menghentikan pekerjaannya sesaat, menatap kawannya dengan tatapan penuh makna.

"Ia bilang, ia mau menungguku. Apakah ucapannya benar-benar serius?" 

"Ya, akan kutanyakan."

"Terima kasih."


Tak lama kemudian, perempuan pertama membuka pintu rumah dan meninggalkan perempuan kedua seorang diri.

"Assalamualaikum."

"Waalaikumsalam. Hati-hati di perjalanan, yaa!"

Perempuan kedua pun kembali menatap layar sebesar 15 inchi di hadapannya.



Beberapa hari kemudian, di tempat yang sama. Namun langit sudah berubah warna, sebab mentari telah membakar habis warnanya sore tadi.

"Katanya gak akan kamu masukkan ke dalam hati." ujar perempuan pertama.

"Kalau saja kamu tidak memberitahu hasil percakapanmu dengannya." perempuan kedua mengatakan dengan suara parau.

"Seharusnya tanpa kuberitahu, kamu lebih tahu tentang dirinya. Bukannya dari awal aku tidak pernah mendukungmu dengannya, ya?"

Perempuan kedua memandang rak buku dihadapannya dengan tatapan kosong, sekosong hatinya.

"Satu-satunya hal yang pasti adalah ketidakpastian. Masa depan itu pasti, karena mengandung unsur ketidakpastian yang sangat tinggi." ujar perempuan pertama lagi.

"Nih, bacalah. Supaya hatimu lebih tenang." Perempuan pertama itu menyodorkan telepon genggamnya, perempuan kedua menerimanya, dan mulai membaca dalam hati.

Nasihat Imam Syafi'i Ketika hatimu terlalu berharap kepada seseorang, maka Allah timpakan keatas kamu pedihnya pengharapan, Supaya kamu mengetahui bahwa Allah sangat mencemburui hati yang berharap selain Dia. Maka Allah menghalangimu dari perkara tersebut agar kamu kembali berharap pada-Nya.

Perempuan kedua mengangguk pelan, lalu tersenyum simpul.

"You are worth it, he doesnt, you deserve someone better." ujar perempuan pertama sembari membalas senyuman temannya.

Sejak saat itu, sang perempuan kedua mulai memahami arti cinta dan persahabatan yang sesungguhnya.



Jalan Tol Jakarta -  Cikampek, 28 November 2015
-White Rose-
Dedicated for DPA


Comments

Popular posts from this blog

Hiduplah karena Ingin Hidup

Sepatu Favorit

Ini tentang Iman kepada Allah