Bapak Macaroni Schotell
Setiap hari, setiap beberapa jam sekali, selalu ada pedagang yang melewati kosan aku di daerah Dago Pojok. Entah berjalan kaki atau menggunakan motor.
.
Suatu ketika aku menderita kelaparan dan memberhentikan tukang macaroni schotell. Penjualnya seorang bapak yang mempunyai uban di rambutnya, aku taksir usia Beliau sekitar 50 tahunan.
Bapak itu mengucapkan Bismillah sebelum menyalakan kompor untuk memanasi makanan yang ia jual. Dakwah tersembunyi, tapi aku bangga sebagai seorang Muslim. Cukup jarang tukang jualan yang mengingat nama Allah disaat bekerja. Semoga Allah selalu memberi berkah padamu, Pak.
.
Sembari menunggu makanan pesananku hangat, sang bapak membuka topik obrolan basa basi mengenai hujan.
"Di sini tadi hujan ya Neng?"
"Iya Pak, sekitar abis dzuhur, Pak." jawabku penuh keraguan.
(Sesungguhnya aku lupa kapan hari itu turun hujan).
"Iya tadi pas di atas gak hujan, tapi pas ke sini basah."
....…...............
Aku bingung harus menjawab apa, kemudian hening beberapa saat.
.
.
Aku pun mencoba membuka topik baru.
.
"Pak, ini teh buat sendiri di rumah?" ujarku sambil menyerahkan uang untuk membayarnya.
"Gak Neng. Saya mah ngambil dari orang." bapak itu terlihat merogoh saku celananya untuk mencari kembalian yang aku butuhkan.
"Ooh kirain buat sendiri, Pak."
"Yaa, Neng. Kalau buat sendiri mah repot, Neng. Musti mastiin tiap hari kudu jualan berapa, musti punya karyawan juga, trus kudu mastiin yang jualan hari itu siapa aja. Nanti kalau ada yang gak bisa jualan, kan barangnya harus dikurangin jumlahnya. Belum lagi rumah saya jadi berantakan, harus nyuci perabotan abis masak." jelasnya sambil menghitung uang kembalian.
Kemudian ia memberikan uang kembaliannya padaku.
"Wah riweuh ya Pak jadinya."
"Iya Neng. Yaa, kalau dihitung-hitung sama saja keuntungan yang saya dapatkan." jawabnya sambil memandang ke arah ujung jalan.
"Gimana tuh Pak maksudnya."
"Iya kalau saya masak sendiri untungnya memang lebih banyak, tapi kalau saya ngambil yaa itung-itung saya bantuin gaji karyawan tukang masaknya Neng."
.
.
Terkadang kita lupa bahwa bukan kita saja yang membutuhkan pekerjaan bukan. Orang lain butuh pekerjaan untuk mendapatkan uang, butuh uang untuk membiayai kehidupannya. Mereka yang hidupnya kurang dari kita juga membutuhkan sandang, pangan, serta papan.
Kebutuhan hidup manusia sebenernya sama, makan dan minum, tempat tinggal untuk berteduh, serta pakaian yang dapat melindungi kita dari panas dan dingin. Hanya saja yang membedakan masing-masing individual tersebut adalah gaya hidup. Harus makan di tempat mahal, memakai baju bermerek, atau mempunyai rumah di kawasan elit.
Loh memangnya tidak boleh? Boleeeh. Boleh banget. Gak ada yang melarang kok. Tapi semua itu ada batasannya. Boleh saja sesekali makan di Hanamasa sebagai reward atas kerja keras kita selama seminggu. Namun bukan berarti kita harus melakukannya setiap hari, bukan?
Ada yang mengatakan bahwa, "Orang kaya mah bingung buang uang kemana, makanya hidupnya foya-foya." Mas, mbak, ada banyak panti asuhan, panti jompo, panti rehabilitasi, dan panti-panti lainnya yang tersebar di seluruh penjuru Indonesia. Buang uangnya ke sana saja.
.
Maka dari itu aku memiliki cita-cita besar, aku ingin menjadi orang kaya agar aku bisa terus membuang uang untuk mereka yang lebih membutuhkan.
.
.
.
Dago Pojok, 25 April 2016
-White Rose-
Comments