Cerpen: I Love You

   
        Sore ini hujan turun saat aku sedang menatap keluar jendela kamarku, bau hujan menyeruak masuk melalui jendela yang terbuka lebar. Beberapa rintiknya meloncat ke mukaku, menyamarkan tangisku. Kupalingkan muka menyusuri seisi kamarku. Kutatap rangkaian bunga berwarna kuning muda-merah muda di atas meja belajarku. Aku terdiam lalu berterima kasih kepada hujan karena suaranya telah menyembunyikan isakku.


        Hujan pun membawaku melintasi ruang dan waktu.


        Saat ini dihadapanku duduk seorang lelaki, biar kutebak usianya sekitar satu sampai dua tahun lebih muda dariku. Tidak ada yang spesial darinya sampai di penghujung wawancara dia memintaku untuk membaca hasil karangannya, hal yang tidak dilakukan oleh empat orang sebelumnya. Yang lebih mengagetkan adalah ternyata usia lelaki itu sama denganku!


        Tiba-tiba aku kembali terduduk di atas kasur di kamarku. Aku memegang ponselku dan membaca sebuah kalimat, “Kosan kamu yang temboknya berwarna biru? Aku sudah di depan kosan kamu.” Badanku berlari menuruni tangga tanpa kendali dan menemui seorang lelaki yang sedang duduk di atas motornya, lalu memberikan sekotak roti, katanya untuk menemaniku mengerjakan skripsi. Kemudian penglihatanku berubah cepat, laki-laki itu bersiap pulang dan memberikanku setangkai mawar putih! Bunga kesukaanku! Aku kembali ke kamar dengan senyum yang terus mengembang dari sudut bibirku


        Aku tertidur di kasur dengan bunga di tangan kananku.


        Aku terbangun ketika suara lelaki itu membangunkanku. Aku rasa aku terbangun di kursi tamu rumahnya. Lelaki itu kemudian duduk di kursi yang berada sebrangku. Aku memejamkan mata kembali dan saat membukanya sudah berada di rumah yang sama namun di ruangan yang berbeda. Ruangan yang berisi televisi berukuran 32 inchi. Lelaki itu duduk di sebelahku dan kulihat kepalaku telah bersandar di bahunya. Tidak ada hal ternyaman selain bersandar di bahunya. Aku tersenyum sambil memejamkan mata.


        Rintik hujan membuatku membuka kelopak mata dan menyadari kehidupan yang sesungguhnya.


       Sekarang aku sedang duduk di tangga masjid kampusku, kulihat lelaki yang sama sedang mengambil sepatu lalu duduk di sebelahku. Aku tersenyum saat ia sibuk memasangkan sepatu di kakinya.


        Kupalingkan wajah, lalu melihat laki-laki itu sedang memegang kamera saat aku tergopoh-gopoh mencapai tempat paling strategis di kampusku, dekat dengan gerbang masuk kampus dan ATM center.


        Ia mendekatiku dan menjentikkan jari di depan mukaku.


        Aku berkedip dan sudah berada di depan kampusku di daerah Bandung kota. Ia mengeluarkan kotak kecil berwarna putih dan memberikannya padaku. Aku memperhatikannya membuka bagasi motor biru putihnya dan mengeluarkan satu bucket bunga seperti bunga yang berada di kamarku tadi.


        Kusadari air mataku mengalir di pipi, bercampur dengan rintik hujan.


   
        Aku menghela nafas dan memejamkan mata lagi, berharap semua kenangan ini tidak nyata. Saat aku membuka mata aku sedang duduk di sebuah tempat makan dan ia sedang memberikan kacamatanya untuk dicobakan kepadaku. Kucoba kacamatanya lalu aku berada di rumahnya, di atas kursi tamu berwarna ungu. Ia duduk di sebelah kananku. Aku menoleh dan aku sudah berada dalam ruangan gelap dengan layar besar di hadapan kami. Sebuah bioskop di daerah Bandung. Ia mengatakan sesuatu yang tidak dapat terjangkau oleh telingaku, sehingga aku harus mencondongkan badanku. Aku kembali memperbaiki posisi dudukku menjadi tegak dan menyadari bahwa ia telah duduk di hadapanku sambil memasukkan makanan ke mulutnya dengan menggunakan sumpit. Terakhir, aku duduk di tempat asing, di depanku terparkir taksi berwarna hijau tosca tua. Mobil dan motor berlalu lalang di jalan raya di depanku. Lelaki itu duduk di sebelah kiriku sambil mengangguk angguk, lalu aku terduduk kembali di atas kasur di kamarku sembari mendengar kalimat I love you dari speaker telepon genggamku.


    *bersambung ke I Love You part 2*


Comments

Popular posts from this blog

Aku ingin Tinggal di Istana

Hiduplah karena Ingin Hidup

Sepatu Favorit