Posts

Showing posts from 2015

Bunda

                Bun, you are the big reason i wanna meet when i went to home. Kadang kalo udah di rumah rasanya gamau balik ke Nangor, pengennya bantuin Bunda di rumah buat nyetrika pakaian yg belum disetrika seminggu, ato bantuin nyuapin Dechan, ato bantuin ngerjain kerjaan sekolah Bunda yang seabrek banyaknya.                Bun, you are my inspirator and im a proud daughter of you! Gils, nyokap gue ngajar dari senin sampe jumat jam 7 pagi sampe 3 sore. Setiap hari Bunda tidur jam 12 dan bangun jam 3 pagi. Tahajjud, solat subuh, nyiapin sarapan. Senin sampe Jumat berangkat dari Depok jam 5 sampe rumah jam 4/5 sore. Abis Isya biasanya Bunda nyuci sambil ngaso istirahat. Setelah itu baru mulai belajar tentang materi yang akan di sampaikan di depan kelas besok harinya. Iya, nyokap gue selalu belajar tiap malem karena nyokap gue adalah seorang guru SMP di salah satu daerah di pinggiran timur Jakarta. Begitulah siklus harian nyokap gue setiap hari. Sabtu Minggu? Hahaha gaada kata li

Public Relation

Pertama kali dalam sejarah kepanitian yang gue ikuti, semenjak SMA sampe tingkat empat perkuliahan, gue menduduki kursi divisi humas, hubungan mas-mas masyarakat. Menjabat sebagai koordinator divisi pula. Hahahahahaha. Cuma bisa ketawa doang ketika pengalaman ini berakhir. Mari kita flashback menuju waktu gue pertama kali mendapat tawaran yang menurut gue cukup menggiurkan ini. Sekitar bulan September pertengahan, temen KKN gue menawarkan gue untuk menjadi kepala divisi humas di salah satu prokernya di BEM Kema Unpad. Gue gak melihat siapa yang mengajak gue, tapi gue melihat “kesempatan” untuk belajar yang terbentang luas di hadapan gue. Pertama, divisi yang ditawarkan, yaitu divisi humas. Gue sama sekali belum pernah punya pengalaman di divisi humas, ini bisa menjadi media pembelajaran buat gue ke depannya. Siapa tau suatu saat gue masuk divisi humas, disitu gue punya sedikit ilmu untuk diaplikasiin. Kedua, acara ini bukan acara yang pernah gue ikutin. Bukan acara pen

Cerpen: Perempuan

Siang itu, di sebuah ruang tamu rumah kecil, dua orang perempuan yang sedang beranjak dewasa tengah berbincang. Masa depan selalu menjadi kekhawatiran mereka. "Lalu, sekarang apa maumu? Berpacaran?" ujar perempuan pertama, ia tengah memoles wajahnya agar terhindar dari sengatan matahari siang. "Tidak akan." perempuan kedua mengatakannya sambil terus menekan keyboard laptopnya. "Lalu apa yang harus kutanyakan padanya?" perempuan pertama itu menatap teman satu rumahnya dengan tatapan bingung. Perempuan kedua menghentikan pekerjaannya sesaat, menatap kawannya dengan tatapan penuh makna. "Ia bilang, ia mau menungguku. Apakah ucapannya benar-benar serius?"  "Ya, akan kutanyakan." "Terima kasih." Tak lama kemudian, perempuan pertama membuka pintu rumah dan meninggalkan perempuan kedua seorang diri. "Assalamualaikum." "Waalaikumsalam. Hati-hati di perjalanan, yaa!" Perempuan kedua

Cerpen: Minyak dan Rumah

Beberapa bulan yang lalu, kupikir masalah sudah selesai begitu aku meminta maaf. Namun kenyataannya tidak, ternyata ada ruang di dalam hati yang berlubang besar. Aku baru memahaminya ketika aku berada di posisi yang sama dengan perempuan itu.             Kamu memang hanya menjatuhkan minyak beberapa tetes dan pilihannya ada padaku, melewati jalan yang terdapat tetesan minyak itu atau tidak. Setelah berpikir lama, pilihanku adalah melewati jalan yang terdapat tetesan minyak itu, terlalu beresiko tinggi untuk terjatuh jika aku tidak berhati-hati ketika berjalan. Awalnya aku berhasil berjalan dengan mulus karena yang kuinjak hanya percikan minyak. Namun setiap hari kamu terus menerus meneteskan minyak itu di depan jalanku dan aku tertantang untuk selalu memilih jalanan berminyak itu. Intuisiku mengatakan aku tidak akan pernah terjatuh karena kewaspadaanku cukup tinggi. Tetapi bakatku itu salah, sampailah pada suatu saat dimana aku terjerembab karena hasil perbuatanmu. Hahahahahaha i

Cerpen: Belajar dari Tuhan

Beberapa hari kemarin, seseorang yang memiki jenis kelamin berbeda denganku telah memperjuangkanku dengan segenap kemampuannya, katanya. Aku percaya, karena aku telah membuktikannya dengan mata kepalaku sendiri. Namun hati kecilku mengatakan, ini bukan waktu yang tepat. Detik itu juga aku benar-benar mempertanyakan keseriusannya di hadapan Tuhan. Hujan mengaburkan suara isak tangisku di dalam sebuah mushola sore itu. Tuhan bantu aku dalam menentukan sikap. Tapi jawaban Tuhan saat itu adalah diam. Ia tidak memberikan jawaban apapun. Tiada satupun petunjuk. Aku frustasi sepersekian detik, menghabiskan persediaan air mata lebih banyak lagi. Tiba-tiba aku mendengar seperti seseorang memanggilku, aku memalingkan wajah ke segala penjuru, tapi tak menemukan siapapun. Aku terdiam, ternyata suara hati memanggil jiwaku. Hei, apa yang yang harus kulakukan? Kau hanya perlu mendengarkanku bicara, katanya. Aku menarik nafas perlahan, berusaha memahami kalimatnya. Aku me

Aku, Tuhan, dan Kesendirianku

Aku menyukai tempat sepi, rasanya seperti menyukai seseorang dalam diam. Aku mencintai ketenangan, rasanya seperti mendapatkan energi baru ketika berada seorang diri. Damai, tentram, menyejukkan. Selama ini jika aku menyendiri di tempat sepi, aku merasa bahwa aku hanya sendiri, bersama buku jika aku sedang membaca novel, atau tablet jika aku membaca online. Haha, ternyata aku baru menyadari bahwa selama ini aku tidak pernah sendiri. Tuhan bersamaku, Ia mengamatiku dari Arsy-Nya. Ia bisa mendengarkan ceritaku kapanpun, dimanapun, bahkan tanpa perlu aku ceritakan. Inilah alasan mengapa sampai saat ini aku masih mempertahankan status jomblo. Ups. Hey, aku masih punya Tuhan tempatku meminta, karena manusia bisa saja tidak akan memberikan apapun pada kita. Aku mempunyai Tuhan tempatku berharap, yang jika saat ini harapanku belum dikabulkan-Nya, maka suatu saat nanti Tuhan pasti akan mengabulkan permintaanku. Ah, mungkin saja tidak, jutsru menggantinya dengan yang lebih baik. Aku t

Tujuan Akhir

Di luar, langit sudah mulai menghitam. Rintik hujan yang turun perlahan mulai meningkatkan laju kecepatannya. Di dalam sini kami aman, tanpa gangguan hujan yang mengusik para pejalan kaki tanpa payung. Tempat makan ini cukup nyaman untuk berbincang mengenai hal yang cukup rahasia. Walau tidak ada sekat dengan bangku sebelah, tapi hal itu bukan menjadi penghalangku untuk bercengkrama denganmu. Rasanya sudah lama aku tidak duduk berhadapan denganmu seperti ini, terakhir kali dua bulan yang lalu, seingatku. Itu juga bukan berhadapan, namun bersebelahan, aku menjadi tidak leluasa menatap matamu. Matamu masih sama, bulat hitam dengan tahi lalat di sudut kanan mata kananmu. Kumismu masih sama, tipis namun tegas, mungkin melambangkan ketegasan dirimu, namun tetap fleksibel jika berhadapan denganku. Ah, aku jadi tersanjung! Terakhir kali kulihat rambutmu di potong, terkesan rapi. Hey, potong lagi dong, agar kamu terlihat lebih rapi. Gigimu! Hahaha, maafkan aku yang selalu memperhatikan g

Datang dan Pergi

Siklusnya gitu weh, datang kemudian pergi. ditinggalkan atau meninggalkan. sebabnya bisa karena waktu yang telah habis, baik dari manusia sendiri maupun takdir Tuhan. Hmm menarik. Maaf kalo saya pernah jadi manusia yang seperti itu, tapi inilah hidup. Tidak bisa dipungkiri lagi, pasti akan terjadi. Selamat belajar menjadi manusia terbaik aja, deh! Semangat belajar Mata, Nisrina! :) Jatinangor, 29 Oktober 2015 -White Rose-

Can I know you more?

“Can I know you more?” Kira-kira seperti itulah kalimat yang diucapkan oleh beberapa orang berbeda di satu tahun belakangan ini. Dan entah mengapa selalu kujawab dengan, “Let times help you to know me more”. Apa reaksi kamu jika tiba-tiba ada orang baru yang meminta izin untuk mengenalmu lebih dalam, terlebih orang itu baru kau kenal dalam waktu singkat selama rentang waktu sekitar 2 bulanan? Kaget? Jelas. Entahlah, yang pasti jika kau bertanya padaku, aku pasti tidak akan memberikan jawaban serius. Hey, aku saja sedang mencari jati diriku sendiri. Lalu kau tiba-tiba datang dan bertanya mengenai hal yang menurutku di luar kemampuan berpikirku. Tiga tahun lebih aku mencoba mengenal diriku sendiri dan sekarang kamu mau lebih mengenalku dengan waktu yang singkat. Saranku, kalau kamu mau mengenal seseorang lebih jauh, datanglah ke orang tuanya. Orang tuanya lebih mengetahui seluk beluk anaknya lebih lama dibandingkan anak itu sendiri. Kamu tahu tidak? Waktuku masih cukup panj