Cooking Journey: Daging Printil aka Bakso Rendang ala Nisrina

WOOOW. Bener-bener deh ya. Sepi bet nih kosan wkwkwk. Even when gue lebaran di rumah Uti atau di rumah Nenek di Cirebon. Kalaupun sudah larut malam ya tetep weh ada suara orang. Suara Nofal maen sama Adit, Uti dan Bude Sri manasin opor atau daging printil. Atau kalo di Cirebon suara Uwa Huri bolak balik nyuruh makan sampe berat badan gue naik drastis. I'm missing that moments!

Gile, right now sepi banget dah nih kosan. Cuma ada suara keran aer di kamar mandi gue yang bocor yang menetes setiap 0.8 detik sekali. Gatau deh orang kosan pada kemana and I dont give a damn, yang jelas gue bahagia sendirian di kosan. Hahahahahaha.

So, after Ashar's adzan. I ate first, the Opor Ayam and Sambal Goreng Kentang ala Mbak Sarti. Hm delicious! Note that: I got my period, today is the third days. So, I wasnot fast today.

After that, I went to Superindo. It was my first cooking journey! Here we are! Start from I bought the ingridients:
1. Daging cincang 500gr (well I didnt know the difference between daging cincang or daging giling 😭 Akhirnya nanya ke Bunda, katanya sama aja WK) Dear my future husband, forgive your future wife yha 🤭
2. Lada bubuk putih 1 botol
3. Bawang putih bubuk 1 botol
4. Royco 1 sachet
5. Santan instan (I bought Sasa, because Kara was sold out)
6. 3 Eggs

And I forgot to buy cabai keriting merah and bumbu rendang. Tadinya want to buy at Dago traditional market, but it was sooooo full. And I was so mager to take a step from the parking place and I didnt want to get myself sweat. So, I choose tukang sayur deket kosan weh.

Pic: Ngabuburit sore after bought some ingridients that I forget to buy at Superindo. Im so beautiful in this picture 😍

Wow, aku ingin segera meniqa. Agar ketika aqu belanza ke Superindo ada yang menemani 😁 Tadi juga ada yg nemenin sih hehehe.

Because this is my first time to do My Daging Printil's journey. Agak banyak dodolnya emang.......
First, gue gatau cara ngaduk daging yang bener. Yha tadi cuma dibenyek-benyek dikit. Kalo gak ada Salsa yang dengan kekuatan kedua tangannya untuk mengaduk, daging cincang gue kagak rata wkwk.

Si daging cincang tadi sebelum diaduk pake tangan, dibumbuin dulu paks bawang putih, lada, dan garam. Becoz i didnt buy salt, i used Royco. And becoz I mager to ngulek bawang, I used bawang putih bubuk. Kalo ada yg mudah kenapa harus suseh. Tapi tetep enak dong rasanya walaupun bumbunya instan punyaa. Masukin sesendok makan semuanya. Trus campur telor sebiji juga yha sis.

Then, I bulet-buletin dah tuh daging. Karena tadi dibantuin Salsa dan gue maunya cepet selesai. Jadi yasudin bodo amat yang penting daging gue selesai dibentuk bulet dan lonjong dan gepeng juga gapapa. Yang penting judulnya daging. Ga aestetic gapapa deh. After that, boil the water, then masukan the meats at the boiled water. Tunggu sampe ngambang, kaya perasaan dia ke kamu. Abis itu angkat dagingnya, tiriskan. Airnya jangan dibuang. Buat kaldu cenah mah.

Panasin minyak, dikiiiit aja, masukan barengan dengan bumbu rendang instan (instan deui). Enaknya sih bumbu jadi yang beli di pasar gocengan gitu, lebih rempah, tapi yasudahlah yang penting berbumbu. Aduk aduk. Kaya perasaan kamu ke dia. Masukin air kaldu, masukin santan 2 bungkus, masukin daging. Tunggu sampai aer kaldunya sat. Masukin cabe merah keriting yang sudah dipotong memanjang.

Here we areee Daging Printil ala Chef Nisrinah! Lebih ke bakso rendang sih sebenernya 🤣
Ini tuh secret recipe turun temurun dari nenek uwe, tapi kenapa pas nyampe di gue bentukannya kek gini yha wkwk. Bodo ah yang jelash saya sudah paham.

Aduh baru kali ini aku banggah sama diri aku bisa masak daging printil tanpa disuruh dan dengan kemauan sendiri, tanpa diarahin dan dimarahin marahin. Masaknya juga mudah banget, cepet. Enak pula. Ah. Aku cinta diriku sendiri.

Selamat lebaran para pembaca tidak setia blogku! Wkwk.


Bandung, malam takbiran 2021
-nisrinaqotrun-

Comments

Post a Comment

Popular posts from this blog

Aku ingin Tinggal di Istana

Belasan tahun aku tinggal di rumah ini. Tempat berlindung dari terik matahari dan hujan badai. Tempat aku beristirahat di panasnya siang dan dinginnya malam. Rumah ini memiliki dua lantai dengan cat dominan warna krim. Ada teras dan pagar yang membatasi dan mengamankan rumah. Dahulu teras tersebut berisi berbagai macam tanaman ibu, tapi sekarang sudah dibongkar untuk garasi mobil. Empat kamar tersedia di dalamnya. Kamar aku dan kedua adikku, serta kamar ibuku. Tidak terlalu luas, namun tidak terlalu sempit. Seharusnya, aku bersyukur memiliki rumah yang dapat ditinggali setiap hari. Kata  mahfudzot  Arab: Rumahku, istanaku.  Baitii jannatii.  Namun bagiku, rumah ini tidak seperti istana. Dapur yang sempit. Keran kamar mandi sering bocor. Air hangat sering tidak menyala. Air sering macet. Dinding mengelupas. Orang tua yang sering mengekang. Sungguh, terlalu banyak hal yang membuatku tidak nyaman tinggal di rumah orang tuaku. Aku ingin memiliki rumah sendiri. Aku ingin ...
Read more

Hiduplah karena Ingin Hidup

Hidup di dunia itu sifatnya sementara. Hidup yang kekal, ya di akhirat. Lantas mengapa manusia seringnya berlomba-lomba untuk mencapai hal terbaik di dunia? Padahal, hidup di dunia tujuannya untuk mencari bekal dan tabungan di akhirat. Bukan untuk dinikmati sementara. Dunia itu fana, akhirat yang kekal. Adakalanya, manusia ingin melanjutkan hidup bukan karena keinginan dalam diri sendiri. Melainkan karena orang lain. Orang tua, kekasih, anak. Memikirkan orang lain. “Kalau tidak memikirkan anakku, aku pasti memilih mengakhiri hidup.” “Aku bertahan hidup karena ada orang tua yang harus aku jaga.” Padahal, hiduplah karena diri sendiri ingin bertahan hidup. Hiduplah karena ingin menikmati sisa usia. Hiduplah karena hidup adalah keinginanmu. Jalani hidup kita dengan baik, sebagai bentuk rasa syukur kita terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Menikmati hidup dapat dilakukan dengan banyak cara, salah satunya menghargai setiap keputusan yg dipilih, enjoy dalam menjalankan kehidupan, tidak menjalankan ...
Read more

Sepatu Favorit

Sudah dua tahun aku hidup bersama Nisa. Aku selalu mendampingi Nisa di luar rumah. Langkah demi langkah, kami lalui bersama. Saat matahari sedang terik-teriknya, aku menemani Nisa berjalan melewati jalanan beraspal di Ibukota. Kami berjuang bersama di tengah udara kotor hasil pembakaran mesin kendaraan bermotor. Menghirup oksigen yang sudah banyak terkontaminasi karbon dioksida dari ratusan kendaraan bermotor di Jakarta. Suatu ketika Nisa mengajakku ke daerah baru yang lebih sejuk. Kami menempuh perjalanan sekitar 3 jam dari Jakarta dengan menggunakan mobil yang dikendarai oleh Nisa. Hari itu hari Minggu. Kami berangkat sebelum matahari terbit, sesudah Nisa melaksanakan sholat Subuh. Selama perjalanan, matahari belum menampakkan batang hidungnya. Langit terus berwarna kelabu. Setetes dua tetes air turun dari langit menimpa kaca depan mobil. Nisa bergegas menyalakan penyeka kaca depan agar pandangannya tidak terhalang oleh air hujan. Hari itu hujan sangat deras. Nisa turun dari mobi...
Read more