Cerita tentang Kerajaan Berkembang

Pada zaman dahulu, jauh sebelum negara ini merdeka. Rakyat di negara ini hidup dalam kegelapan, terutama rakyat kecil. Mereka sulit untuk mendapatkan akses listrik, pendidikan, dan kesehatan, sehingga cita-cita dan impian masa depan anak-anak harus terkubur. Tidak ada mimpi yang dapat terwujud, kecuali mereka hidup dalam keluarga menegah ke atas.


Jika melihat dari sudut pandang netral, kesulitan disebabkan karena pihak langit yang tidak melihat secara menyeluruh ke bumi. Seperti saat kita duduk di pesawat, ketika kita melihat ke daratan dari jendela pesawat yang sedang mengudara di langit, yang dapat kita lihat hanyalah titik-titik kecil. Namun ketika pesawat akan landing, maka titik itu akan berubah, menampakkan bangunan atau pepohonan. Segala sesuatu jika dilihat dari jauh, yang nampak hanya permukaannya saja. Tidak dapat kita lihat permasalahannya kalau hanya dilihat secara sekilas.


Persoalan tidak hanya disebabkan oleh pihak langit. Pihak bumi juga kurang mengerti alur, mereka kebingungan dalam menyampaikan aspirasi. Saat adanya kegiatan penjaringan aspirasi oleh pihak D, makhluk bumi mengadu mengenai kesulitan yang mereka hadapi. Namun pihak D mengatakan bahwa hal tersebut bukan ranah mereka dan merupakan pekerjaan pihak L. Ketika mengadu kepada pihak L, tidak langsung ditindak lanjuti, namun diminta untuk mengajukan proposal terlebih dahulu dan segala kerumitan birokrasi.


Rakyat bumi yang minim pendidikan, tidak paham apa itu proposal serta birokrasi. Mereka juga tidak berusaha untuk belajar karena sudah memiliki pikiran bahwa kami bodoh, kami tidak paham, dan kami hanya rakyat kecil. Alhasil, terputuslah komunikasi dari bawah ke atas. Rakyat sudah berusaha menyampaikan, tapi tidak terdengar sampai ke telinga raja. Raja yang tidak mendapatkan aduan dari rakyatnya, bekerja santai seolah tidak memikul beban negara.


Wilayah kekuasaan kerajaan ini sangat luas sekali, terdiri dari belasan ribu pulau dan hampir dua juta km2 daratan. Memiliki seorang raja yang berkuasa selama hampir 10 tahun. Saat awal pelantikan raja tersebut, ia sering terjun ke lapangan untuk melihat langsung keadaan rakyatnya. Rakyat sangat senang sekali bertemu dengan pemimpin kerajaan. Namun tidak semua daerah dikunjunginya, sebab wilayah kerajaan sangat luas. Oleh karena itu, raja tidak mengetahui bahwa di wilayah timur kerajaannya masih terdapat kekurangan akses pendidikan dan kesehatan.


Ada seorang anak laki-laki bernama Banu. Banu tinggal di desa sangat terpencil dari kerajaan berkembang. Dari bandara ibukota kerajaan harus naik pesawat, lalu menempuh jalur darat selama 24 jam. Dilanjutkan dengan menaiki taksi motor air selama 3 jam. Jangankan melihat gemerlap lampu atau gedung bertingkat di ibukota kerajaan, melihat pesawat pun Banu tidak pernah. Sehari-hari Banu mandi di sungai atau menampung air hujan. Suatu ketika Banu diare dan muntah dengan frekuensi lebih dari 10 kali dalam sehari. Bibirnya pucat dan matanya sayu. Orang tua Banu tidak membawa ke bidan atau perawat kampung, melainkan ke dukun kampung untuk dilakukan balian, sebuah upacara adat dari desa Banu untuk mengobati penyakit. Apakah Banu sembuh? Tentu tidak. Akhirnya Banu dibawa ke tenaga medis di ibukota. Namun karena perjalanan panjang menuju ibukota kerajaan, nyawa Banu tidak dapat terselamatkan.


Semasa hidupnya, Banu merupakan anak yang aktif bertanya ketika di kelas. Rasa penasarannya begitu tinggi, walaupun ibu guru yang mengajar hanya 3 kali dalam seminggu belum tentu bisa menjawab pertanyaannya. Banu selalu mendapatkan peringkat pertama di kelasnya. Seandainya Banu hidup di ibukota, mungkin Banu akan mendapatkan jawaban dari gurunya. Banu, maupun teman-teman sekelas Banu, akan selalu hidup dalam kemiskinan struktural jika tidak terlepas dari pandangan hidup di kampung.


Demikian sebuah cerita tentang suatu kerajaan di negara berkembang. Semoga cerita tersebut tidak terjadi di negeri kita ini, Indonesia. Indonesia bukanlah sebuah kerajaan, melainkan sebuah republik. Pemimpinnya disebut presiden, sedangkan kerajaan disebut raja. Beda sekali, bukan?

Muara Maruwei 1, 9 Oktober 2024

-Nis

#30DWC #30DWCJilid47 #Day29

Comments

Popular posts from this blog

Aku ingin Tinggal di Istana

Hiduplah karena Ingin Hidup

Sepatu Favorit