Posts

Showing posts from October, 2017

Tujuan?

     Semakin bertambahnya usia, semakin menyadari bahwa menikah itu bukan sekedar menyatukan dua insan yang jatuh cinta. Tapi juga how to build your generation. Yap, bagi gue sendiri, menikah itu adalah salah satu langkah gue untuk menciptakan generasi yang cerdas dan bermanfaat bagi agama dan bangsa. *ALHAMDULILLAH, FINALLY GUE MENEMUKAN TUJUAN BUAT NIKAH* Seriously , tujuan ini baru gue dapatkan ketika gue menulis tulisan ini.      Ketika kamu sudah memiliki tujuan, pasti kamu sudah menyusun strategi untuk melangkah ke depannya. Supaya tujuan kamu semakin dekat untuk dicapai. Jangan terlena juga ketika memiliki sebuah tujuan, kudu menguatkan niat agar target dapat tercapai. Misalnya, kalau ingin memiliki generasi yang cerdas dan bermanfaat bagi agama dan bangsa, yaa berarti dari sekarang gue juga harus cerdas dan bermanfaat dong bagi agama dan bangsa.      Jadi, sudah melakukan apa untuk agama dan bangsa, Nisrina?      Ah, tidaaaak. PR gue cukup banyak. Build your

Berharap

Emang ya, kita sebagai manusia gak boleh banget yang namanya berharap sama manusia lain. Boleh sih, tapi kalo berharap sama manusia tuh pasti ada aja rasa sakitnya. Sudah membuat janji dengan temen sejak seminggu yang lalu untuk menonton film terbaru yang hendak keluar. Ketika hari-H tiba, si teman sakit cacar. Padahal kita sudah menyisihkan uang dan membatalkan agenda dengan teman lainnya. Kecewa? Jelas. Ibumu menjanjikan untuk membelikan baju baru saat hari raya idul fitri, namun ternyata ada kebutuhan lain yang lebih mendesak, sehingga uangnya dialokasikan untuk kebutuhan tersebut. Kamu sudah berharap memakai baju baru saat lebaran tiba, update foto outfit of the day dengan baju tersebut. Namun apa hasilnya? Yaaaa pasti kecewa sih. Ngechat gebetan, berharap bisa berbicara panjang lebar ngalor ngidul via chat , eh taunya dibales doi seminggu kemudian. Kecewa? Wah ini sakit yang tak terdefinisi sih. Masih banyak lagi contoh-contoh kekecewaan apabila kita berharap p

Just a Random Thought

“Bagaimana jika seorang lelaki soleh datang kepada orang tua kita, namun di hati kita masih menyimpan perasaan terhadap laki-laki lain yang bahkan belum sempat kita utarakan?”      P ertanyaan yang acap kali gue dengar ketika membicarakan perihal kisah cinta dengan beberapa teman yang berada dalam satu lingkaran. Pertanyaan yang selalu berusaha gue cari jawabannya kepada manusia, tapi gak pernah menemukan jawabannya. Pertanyaan yang akhirnya saat ini bisa gue jawab setelah mengubah sudut pandang gue.      In my humble opinion , ada beberapa hal yang perlu seorang perempuan lakukan sebelum akhirnya lo memutuskan untuk lanjut ke tahapan berikutnya.     Hal pertama yang harus disadari adalah, pahami bahwa laki-laki yang datang kepadamu memang serius ingin menikah. Kalo cuma bilang, “Gue pengen serius sama lo.” Ah bhay aja itumah. Beda jika kasusnya laki-laki itu beneran datang ke rumah dan meminta langsung kepada orang tua kita. Ini baru harus dipertimbangkan dan pikirkan bai

Terbaik Versi Diri Sendiri

     20 tahun ++, yak lagi-lagi berbicara tentang usia , merupakan fase pencarian. Pencarian yang gak akan pernah habis jika kita terus mencari yang terbaik.      Suatu saat ada seorang teman yang berkata, “Semangat mencari yang terbaik yaa!”      Sontak gue balas pernyataan tersebut dengan pandangan gue, “Hahaha. Jangan semangat mencari yang terbaik, justru semangat menjadi yang terbaik. Karena kalau kita sudah menjadi yang terbaik versi kita, inshaAllah pasti akan mendapatkan yang terbaik juga.”      Jika kita terus mencari pasangan terbaik, zaman now mungkin gak akan pernah ditemukan di muka Bumi ini. Ih si A kurang mancung, si B kurang gemuk, si C lebih muda dari gue, si D pendek. Trus aja kita selalu melihat kelemahan doi sampe si Z yang kurang sabar dan pada akhirnya menemukan bahwa ternyata si A-lah yang terbaik. Rasulullah saja yang se- perfect itu pernah berbuat kesalahan, apalagi kita yang hanya manusia biasa?      Coba lihat Teh Sonia, istrinya Kang Muzammil

Bersyukur

“Bun, Bunda lelah gak sih kerja setiap hari? Berangkat subuh pulang sore? Macet-macetan di jalan?” suatu malam aku mengajukan pertanyaan retorika itu kepada Bunda. Pertanyaan yang bahkan aku pun mengiranya dapat menjawabnya dengan tepat. “Pasti.” aku yakin sekali 100% jawabannya seperti itu. Tapi apa jawaban Bunda? “Gaklah, kan Bunda kerja demi anak-anak Bunda.” jawab seorang perempuan yang kupanggil Bunda itu kepadaku melalui speaker di telepon genggamku. Aku terdiam. Merasa bersalah karena sudah mengeluh sepanjang hari mengenai rutinitasku yang tak sebanding dengan Bunda. Bunda mengajar untuk mencari nafkah, mengurus anak, mengurus pekerjaan rumah, semua dilakukan seorang diri. Coba bandingkan dengan diriku yang hanya menjalankan kewajiban sebagai seorang mahasiswa. Aku hanya diminta untuk menyelesaikan masa studiku saja. Gak ada apa-apanya coy. Nyari duit, kaga. Ngurus rumah, boro-boro. Ngurus anak dan suami, belum punya. Di titik ini aku merasa bahwa dalam

Curhat: Seminaris Orthodonsia

Hampir dua minggu yang lalu, gue maju sebagai seminaris orthodonsia. Bersama Nata si Sutil dan Dini. Tau gak? Seharusnya gue sekelompok sama Osin dan Bibil loh. Jadi begini ceritanya….. Di FKG Unpad, terdapat requirement menghadiri seminar dan menjadi seminaris di setiap departemen. Saat ini, gue sedang menjalani putaran seminar orthodonsia selama dua bulan lebih. Orthodonsia adalah ilmu yang mempelajari tentang bagaimana memperbaiki susunan gigi-geligi yang tidak beraturan, sehingga diperoleh oklusi yang sempurna dan senyum yang menawan. Pernah mendengar istilah behel? Yap, behel adalah produk dari Departemen Orthodonsia. Gue mendapatkan jadwal presentasi pada Jumat, 27 Oktober 2017. Namun, karena pada waktu itu gue sangat yakin bahwa gue akan lolos sebuah forum kepemudaan, jadi gue menukar jadwal dengan Alia, agar gue bisa seminar terlebih dahulu, dan di tanggal tersebut gue bisa bolos. HAHA. Ternyata Allah gak memperbolehkan gue untuk bolos seminar. Bahasan ini bakalan

Demotivasi

Pernah gak dalam satu hari dalam satu periode tertentu, lo mengalami hari dimana lo gak mau beraktivitas apapun? Gue pernah . Sering lebih tepatnya. Gue hafal, gue memiliki sebuah kebiasaan dimana terdapat satu hari dimana gue sangat ingin beristirahat dan tidak ingin melakukan aktivitas apapun. Bangun subuh, ngecek hape, tidur lagi, dhuha, ngecek hape, tidur lagi, dzuhur, ngecek hape, tidur lagi, ashar, ngecek hape, tidur lagi, maghrib nunggu isya, ngecek hape,   tidur lagi, tau-tau sudah hari berikutnya. Gak makan nasi. Paling hanya memakan persediaan makanan yang ada, roti misalnya. Minum juga seperlunya. Aktivitas gue selama satu hari itu, yaitu tidur, solat, sedikit makan dan minum, serta mengecek hape yang ternyata gaada yang ngabarin gue . Kualitas dan produktivitas gue pada hari itu sangat menurun drastis. Biasanya juga sehari setelah gue mengalami hibernasi panjang tersebut, gue merasa cukup mampu untuk membangun kehidupan lagi. Gue bisa mengatur kegiatan selanjutny

No Title

20 tahun ++ usia yang membuat lo susah untuk bersahabat dengan lawan jenis (kenapa intronya iniiiii). Bahkan dengan sesama jenis pun terkadang membuat lo selalu berpikir, gue salah ngomong apa ya. Dia sakit hati gak ya dengan perkataan gue. Setiap tindakan dan perkataan yang diucapkan di usia 20++ harus dipikirkan secara matang. Jika kita menginginkan sesuatu pun harus mempunyai alasan yang jelas. Semua perbuatan harus penuh pertimbangan. Atau lo akan goyah dalam menghadapi hidup. Gue menyadari, selama hampir 2 tahun gue mengalami gelombang " quarter life crysis ". Perubahan drastis yang gue jalani dari siswi SMA ke mahasiswi, lalu menjadi sarjana, dan sekarang menjadi koas. Dari yang sebelumnya super kasar dan gak sabar, perlahan gue mencoba menjadi seseorang yang sabar dan gak emosional ketika menghadapi suatu masalah. Dari yang tadinya gue suka lari ketika dihadapkan dengan suatu masalah, gue mencoba untuk lebih menerima dan mencari solusinya. Dari yang awalnya ac