Nusantara Sehat : Kendala (1)
“Adakah kendala yang kamu hadapi selama beberapa bulan saat mengabdi di daerah terpencil?”
Jika ada yang bertanya seperti itu kepadaku, akan aku jawab dengan lantang: “TENTU SAJA ADA!”
Aku berani bertaruh, bekerja jauh dari keluarga, menempuh jarak ribuan kilometer dari pulau asal, menahan rindu dengan sang terkasih, merupakan hal yang mau tak mau harus dijalani setiap perantau. Dulu ibuku pernah bercerita mengenai saudara jauhku yang merantau hingga ke pulau sebrang. Beliau jarang sekali pulang kampung. Ternyata memang jika aku perhitungkan kembali, untuk pulang ke kampung halaman membutuhkan biaya yang tidak sedikit.
Selain itu, untuk seseorang yang biasa hidup dengan listrik, air, dan sinyal yang jarang mengalami gangguan, hidup di desa terpencil (atau sangat terpencil) membutuhkan banyak adaptasi. Saat diklat aku kesal sekali dengan mereka yang berkata, “Bu, Pak, maaf sinyal kami tidak dapat open camera.” Kukira itu hanya alasan belaka, ternyata setelah kujalani, ya Allah, pesan Whatsapp yang kukirim malam baru sampai ke penerima esokan harinya. Sepertinya hidupku dipenuhi miss communication.
Bahan makanan yang susah didapatkan karena jarang adanya paman sayur, membuat aku hampir setiap hari memakan telur dan indomie. Dahulu saat menjadi anak kos di Bandung, aku juga sering makan indomie dan telur. Hal tersebut karena aku yang malas masak, atau malas beli makan. Sekarang aku bersyukur karena saat di Bandung masih bisa masak sendiri atau beli makanan jadi. Sesuatu hal sekecil apapun di sini membuatku menjadi lebih bersyukur terhadap niat yang pernah kudapatkan di masa lalu.
Muara Maruwei, 30 Mei 2023
-nisrinaqotrun-
#30DWC #30DWCJilid42 #Day20
Comments