Sebuah Ajakan
"Eh, kamu ingin segera menikah, tidak?" tanyanya pada suatu malam di warung makan ayam pinggir jalan.
Aku yang sedang meminum es teh manis, seketika menghentikan kegiatanku. Aku menatap wajahnya tanpa ekspresi.
"Maksud kamu apa bertanya seperti itu? tanyaku kembali.
"Yaa, kalau kamu ingin segera menikah, ingin aku ajak menikah." jawabnya sambil terkekeh tanpa melihat mataku.
Aku mengalihkan pandanganku menuju gelas, Lalu aku memegang sedotan dengan jari kananku. Aku putar sedotannya dengan gerakan searah jarum jam. Padahal sudah tidak ada lagi gula yang harus kuaduk. Akhirnya aku menyeruput isinya perlahan. Aku butuh air untuk melegakan kerongkonganku. Aku terdiam, masih sambil menatap ke arah gelas tanpa mengucapkan sepatah kata. Rasanya kata-kata tertahan di tenggorokanku.
Dia masih menatap layar telepon genggamnya. Kulirik dia sekilas dengan sudut mataku. Entahlah, ucapannya tadi terdengar dengan nada bercanda. Kita memang sudah berteman dekat sejak lama. Namun, aku tidak pernah menyangka kata-kata itu terucap dari mulutnya. Rasanya, baru minggu lalu aku menceritakan padanya bahwa aku gagal menikah dengan tunanganku. Hari ini ia mengatakan secara tersirat keinginannya.
Lalu ia melanjutkan bercerita mengenai kisah yang lain. Seakan pertanyaan dan kalimat yang telah diucapkannya tadi hanyalah candaan belaka. Atau memang dia serius mengatakannya, namun karena takut ditolak olehku, makanya ditanyakan dengan nada bercanda?
Ah sudahlah. Aku hanya ingin bahagia dalam hidupku. Biarkanlah kalimat itu terbang bersama angin di malam ini.
Puruk Cahu, 18 Juni 2023
-nisrinaqotrun-
Comments